JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Salah satu saksi pertemuan antara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Abraham Samad (AS) dengan Hasto Kristiyanto serta Tjahjo Kumolo, Supriansyah menyambangi kantor KPK untuk menjelaskan kronologis pertemuan tersebut.
"Saya tadi ditanya seputar mengapa dilakukan pertemuan di apartemen saya, siapa saja?. Dan jika saya kembali dibutuhkan KPK saya siap memenuhinya kembali," ujar Supriansyah usai menjalani pemeriksaan oleh unit pengawas internal di gedung KPK, Jakarta, Senin (23/2/2015).
Ia mengaku dirinya belum memberikan bukti-bukti kepada KPK. Supriansyah baru hanya memberikan keterangan kepada unit pengawas internal.
"Buktinya nanti ucapan saya barangkali. Saya tidak memiliki foto yang dipersiapkan, yang pasti memberikan keterangan dan rangkaian cerita atas terjadinya pertemuan di rumah kaca yang dilakukan oleh pak Hasto, Tjahjo Kumolo dengan Abraham Samad, dan ada lagi satu yang saya tidak kenal namanya ada sebelum Pilpres," bebernya.
Supriansyah menceritakan, mengetahui pertemuan Abraham Samad itu karena apartemen tersebut merupakan inventaris yang diberikan Chief Executive Officer PT Bosowa yang juga keponakan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Erwin Aksa. Kemudian apartemen di lantai 5 Capital Residence itu sudah ditempati 3 tahun, karena dirinya merupakan kuasa hukum PT Bosowa.
"Saya dihubungi Pak Abraham Samad, kolega saya sejak di Makassar, bahwa dirinya ingin menumpang sebentar untuk pertemuan. Saya jawab, silahkan saja dan mereka semuanya melangsungkan pertemuan itu. Namun, saya gak mendengarkan isi pertemuannya, karena saya ada di ruangan yang berbeda. Pertemuan itu dilakukan di ruang tamu dan saya berada di kamar kerja pada saat itu," ungkapnya.
Supriansyah pernah bersaksi di Badan Reserse Kriminal Polri dalam kasus dugaan pelanggaran Pasal 36 juncto Pasal 65 Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan Abraham Samad. Ia merupakan pemilik apartemen yang digunakan untuk pertemuan antara Abraham dan sejumlah elite PDI-P.
Kasus itu dilaporkan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch M Yusuf Sahide ke Bareskrim Polri pada 26 Januari 2015) lalu. Barang bukti yang digunakan berupa satu bundel cetak dokumen dari situs Kompasiana dengan judul "Rumah Kaca Abraham Samad" pada 17 Januari 2015.
Pelapor menduga pertemuan Abraham dengan petinggi partai politik itu membahas kesepakatan mengenai proses hukum yang melibatkan politisi PDI-P, Izedrik Emir Moeis. Kesepakatan itu diduga terkait keinginan Samad menjadi calon wakil presiden bagi Joko Widodo dan keringanan hukum bagi Emir Moeis. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah menjatuhkan vonis kepada Emir Moeis dalam kasus suap proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tarahan, Lampung, tahun 2004. Emir divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara.(yn)