JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Coorporate Secertary PT Semen Indonesia Agung Wiharto mengatakan, industri semen milik BUMN mampu memenuhi pasokan kebutuhan proyek-proyek infrastruktur yang kini tengah digenjot pemerintah.
"Bisa, sangat bisa karena kebutuhan semen untuk infrastruktur saat ini hanya sekitar 12 persen dari total konsumsi nasional tahun ini yang diperkirakan mencapai sekitar 65 - 68 juta ton. Saya rasa mayoritas supply untuk kebutuhan infrastruktur dari BUMN. Sebagai contoh, Semen Indonesia saat ini menyuplai lebih dari 50 proyek Infrastruktur yang sedang berjalan," ungkap Agung saat dihubungi di Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Untuk diketahui, terang dia, kapasitas terpasang industri semen milik BUMN sendiri saat ini masih jauh dibawah 50%.
"Jadi kapasitas terpasang perusahaan semen BUMN di Indonesia hanya sekitar 37 persen dari total seluruh kapasitas terpasang nasional. Untuk semen BUMN: Semen Indonesia 35 juta ton, Semen Baturaja 4,8 juta ton, Semen Kupang 0,5 juta ton. Sisanya pemain asing (global) dan swasta dalam negeri," ungkap Agung.
Dikatakannya, yang menjadi persoalan saat ini bukan seberapa besar komposisi kemampuan suplly dari swasta (asing, nasional) maupun dari industri semen milik BUMN untuk proyek-proyek infrastruktur.
Namun, lanjut dia, yang harus menjadi konsen saat ini agar industri semen milik BUMN bisa berkompetisi dengan industri semen swasta asing maupun swasta nasional adalah bagaimana iklim kompetisi itu sendiri diciptakan secara adil.
"Harus fair. Regulasi yang terkait soal itu harusnya lebih berpihak pada kepentingan nasional. Kita mampu berkompetisi dengan siapapun termasuk dengan asing. Namun demikian kita hanya minta agar aturan yang diterapkan terhadap kita, harusnya diterapkan juga pada kompetitor dari luar kita (asing). Biar fair. Saya kira itu yang harus jadi konsen kita bersama," tandas Agung.
Adapun kalau berbicara soal kualitas, kata dia, produk semen milik BUMN sangat berkualitas dan tak kalah dengan kualitas produk asing.
"Semen kita sangat berkualitas kok, bagus. Namun, yang jadi persoalan kan, ketika semen kita bagus belum tentu juga bisa dipakai untuk proyek-proyek infrastruktur. Misalnya, semen kita bagus kualitasnya tapi kalau harganya lebih mahal dari semen milik asing, ya gak mungkin juga dibeli," ujarnya.
"Nanti pihak proyek bisa diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kenapa membeli semen yang lebih mahal? Pihak Proyek bisa kena tuduhan memperkaya orang lain kalau ternyata membeli semen milik BUMN lebih mahal tapi menang tender, misalnya," sambungnya.
Diungkapkannya, semen BUMN bisa lebih mahal karena mempunyai peralatan canggih yang ramah lingkungan, reklamasi pasca tambang juga dilakukan dengan baik, belum lagi jika bicara kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar melalui program CSR yang terintegrasi. Tenaga kerja lokal diutamakan.
"Semua itu tentu perlu biaya yang cukup besar. Ini sekadar contoh bagaimana seharusnya regulasi itu fair (diterapkan tidak hanya pada BUMN tapi pada swasta asing maupun nasional)," pungkasnya. (icl)