JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Akhirnya mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana memenuhi panggilan penyidik Badan Reserse Kriminal Polri. Ia datang untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pelaksanaan program pembayaran paspor secara elektronik.
"Saya memenuhi undangan penyidik untuk hadir sebagai tersangka pada panggilan pertama," kata Denny, yang tiba di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (27/3/2015).
Denny datang bersama sembilan kuasa hukumnya sekitar pukul 13.45 WIB.
Dia pun berharap semoga penjelasannya bisa membuat persoalan ini clear.
"Di hari baik, Jumat yang penuh berkah ini, saya berdoa semoga penjelasan saya atas pertanyaan-pertanyaan bisa mengungkap persoalan terkait pembayaran paspor elektronik yang dasarnya untuk memperbaiki pelayanan publik," katanya.
Diketahui, pada Selasa (24/3/2015) malam, kepolisian menetapkan Denny sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi itu.
Kuasa hukum Denny Indrayana, Heru Widodo, mengatakan dana Rp605 juta yang disebut-sebut sebagai pungutan liar dalam kasus pembayaran paspor secara elektronik itu merupakan biaya resmi perbankan.
"Tentang info adanya pungli sejumlah Rp605 juta itu tidak tepat karena program payment gateway justru bertujuan menghilangkan pungli dan calo paspor. Rp5 ribu per transaksi itu biaya resmi perbankan dan bukan pungli," kata Heru.
Menurut dia, biaya Rp5 ribu per transaksi paspor bukan merupakan sesuatu yang wajib karena bila pemohon memilih melakukan transaksi secara manual di loket maka mereka tidak akan dikenai biaya tersebut.
Ia juga membantah adanya kerugian negara lebih dari Rp32 miliar akibat dugaan korupsi itu. "Sama sekali tidak ada kerugian negara. Karena sebenarnya angka itu, menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tertanggal 30 Desember 2014, itu bukan kerugian negara," katanya.
Dana tersebut, lanjut Heru, merupakan nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disetor ke negara dari pembuatan paspor. (iy/an)