Berita
Oleh Ferdiansyah pada hari Rabu, 28 Feb 2018 - 11:09:18 WIB
Bagikan Berita ini :

Pengamat Nilai Perlu Ada Badan Otonom Obat dan Makanan

54Obat-obatan.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Pengamat kebijakan publik UI Riant Nugroho menilai, sudah saatnya ada Badan Pengendali Obat dan Makanan (BPOM) yang otonom langsung bertanggung jawab kepada Presiden.

Badan ini, terang dia, setidaknya dipimpin oleh pejabat profesional yang mampu menjaga standar kelayakan produksi, mutu bahan baku dan standar harga yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat di Indonesia.

“Adapun payung hukum Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) setidaknya diatur melalui peraturan pemerintah (PP), atau lebih kuat dengan UU Obat dan Makanan. Hal ini perlu untuk menghindari tumpang tindih dengan kebijakan Kementerian Kesehatan,” tegas Riant di Jakarta, Selasa (27/2/2018).

Riant mengingatkan, pendirian lembaga baru yang otonom itu perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak terkesan munculnya lembaga baru itu secara mendadak.

“Perlu dilakukan dengan simulasi saat BPOM berada di bawah naungan Kemenkes, dan saat BPOM berdiri sendiri. Dan juga perlu ada focus group discussion (FGD) dengan mengundang kalangan ahli manajemen yang kompeten,” ujarnya.

Ia mencontohkan, Indonesia harus meniru lembaga Food and Drugs Administration (FDA) yang memiliki kewenangan otonom di luar departemen kesehatan di Amerika Serikat.

Tidak hanya itu, sambung Riant, tingginya harga obat yang bahan bakunya berasal dari impor juga sering dipermainkan oleh mafia bisnis obat, sehingga harga obat semakin tidak terjangkau oleh segenap rakyat miskin yang berada di pelosok Indonesia.

“Salah satu tugas badan baru pengendali obat dan makanan, adalah mampu mereduksi dan mendeteksi permainan mafia obat tersebut, yang selama ini sulit terdeteksi oleh pihak berwajib,” ujarnya.

Ia menyayangkan Kemenkes sekarang yang lebih banyak melakukan pekerjaan operasional dan distribusi obat, termasuk pengurusan perizinan peredaran obat dan pabrik farmasi.

“Kemenkes harusnya lebih banyak mengatur regulasi, izin praktik dokter, dan mengatur pemerataan kesehatan masyarakat dan promosi pencegahan (preventive promotion) di seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan, Indonesia di masa mendatang seharusnya tidak lagi mengimpor obat-obatan sebab teknologi berkembang begitu cepat. Jokowi menginstruksikan para pembantunya berinovasi terhadap bahan-bahan yang selama ini diimpor sehingga Indonesia bisa memproduksinya sendiri.

"Jangan sampai impor, impor, impor. Marilah kita sama-sama berpikir," ujarnya saat meresmikan pabrik obat PT Kalbio Global Medika di Cikarang, Selasa (27/2/2018)

Presiden juga menjelaskan, pemerintah menjadikan pembangunan kesehatan sebagai prioritas dan pembangunan pabrik farmasi itu akan mendukung upaya pemerintah dalam membangun kesehatan masyarakat.

Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius mengatakan tantangan industri farmasi saat ini adalah ketergantungan yang sangat tinggi terhadap bahan baku impor.

"Tantangan yang kita hadapi adalah lebih dari 90% bahan baku obat masih diimpor. Bahkan bahan baku canggih seperti produk-produk biologi masih 100% diimpor. Untuk memastikan ketahanan dan kemandirian obat yang dibutuhkan perlu didorong produksi bahan baku obat di dalam negeri," ujar Vidjongtius seperti dikutip Antara.(yn)

tag: #bpom  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement