JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Partai Demokrat menyatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus cuti saat mengikuti kampanye Pilpres. Tugas sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan yang diemban oleh presiden tidak bisa dilimpahkan kepada wakil presiden.
“Jadi, Jokowi harus cuti meski untuk beberapa jam atau beberapa hari saja saat kampanye pilpres. Tak boleh ada kekosongan kekuasaan dan tugas presiden tidak melekat pada Wapres,” ujar Sekjen Demokrat Hinca Panjaitan di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Presiden, kata Hinca, merupakan jabatan publik dan sangat krusial sehingga cutinya harus dibatasi. Pembatasan tersebut bisa selama enam bulan, tiga bulan, tiga minggu, tiga hari, dan lain-lain.
“Cuti itu tidak penuh, karena diwajibkan dengan ketentuan KPU,” ujarnya.
Cuti sudah dilakukan sejak pilpres 2004 oleh Megawati Soekarnoputri, Hamzah Haz, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hanya saja berbeda konsep antara cuti pilpres dan pilkada.
Menurut Hinca, cuti dilakukan untuk membatasi kekuasaan karena presiden meiliki akses terhadap semua fasilitas negara. Di samping itu untuk menghindari konlik of interest dan agar pilpres berlangsung fair.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi NasDem DPR RI, Syarif Abdulah Alkadri menilai hal itu harus dikembalikan kepada sistem ketatanegaraan. Menurut dia, tugas presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak melekat kepada Wapres.
“Maka, tak bisa ada plt presiden,” ungkapnya.
Yang perlu dipahami kata Syarif, cuti pilpres berbeda dengan cuti dalam pilkada. Tugas-tugas gubernur, bupati, dan walikota, bisa dikerjakan oleh Plt. Selain itu, Indonesia memberlakukan sistem kekuasaan presidensial.
“Jadi, presiden cuti saat kampanye saja,” katanya. (plt)