JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)Bahtiar meminta aparat Polda Sulawesi Selatan menindak tegas pendukung calon Wali Kota Makassar yang melakukan euforia berlebihansebelum penetapan resmi dari KPU.
Salah satu calon Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto (Danny Pomanto) yang telah didiskualifikasi melakukan aksi sukud syukur saat mengetahui hasil perhitungan cepat (quick count) lembaga survei yang memenangkan kolom surat suara kotak kosong di Wali Kota Makassar.
Sedangkan, pasangan calon Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) juga mengklaim kemenangan berdasarkan rekapitulasi suara internal sesuai data C1 dari saksi-saksi yakni Appi-Cicu unggul dengan perolehan suara 52,21 persen dan Kolom Kosong 47,79 persen.
Sementara, jumlah suara yang masuk kisaran 93 persen dari total suara sah atau akumulasi 2.483 TPS yang telah diinput.
“Aparat penegak hukum setempat mestinya menertibkan, tidak ada gerakan pawai-pawai yang berlebihan dalam rangka merespons hasil pengumuman kemarin,” kata Bahtiar kepada wartawan, Kamis (28/6/2018).
Ia mengaku heran kepada calon kepala daerah yang memberikan contoh tidak baik dalam pesta demokrasi kepada masyarakat.Seharusnya, imbau dia, calon kepala daerah mengajak para pendukung atau simpatisannya untuk sama-sama menjaga ketertiban sosial bukan malah menimbulkan konflik horisontal.
“Kita sama-sama menjaga ketertiban sosial, kita mengimbau kepala daerah menertibkan. Nah, kalau kepala daerahnya justru yang melakukan itu kan, justru aneh,” ujarnya.
Bahtiar mengatakan, harusnya para kontestan menahan diri dan menunjukkan perilaku politik yang sehat, jangan justru melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi memancing atau justru bisa berubah menjadi perbuatan kriminal.
“Pemimpin yang waras kan justru memperlihatkan sifat-sifat keteladanan, kalau memprovokasi pendukungnya dengan cara-cara tidak bagus kan justru tidak sehat bagi demokrasi kita,” jelas dia.
Apalagi, kata Bahtiar, budaya Bugis Makassar tidak mengajarkan hal seperti itu. Sebab, budaya Bugis Makassar mengajarkan supaya menjunjug tinggi S3 yakni sipakatau (saling menghargai), sipakainga (saling mengingatkan) dan sipakalebbi (saling menghormati).
“Masa kampanye sudah selesai, Pilkada sudah dilaksanakan. Masa kita buat aksi-aksi pegelaran massa lagi, untuk apa? Ini justru kita menunjukkan peradaban demokrasi yang buruk dan bukan peradaban kita di Sulawesi Selatan begitu gayanya. Peradaban kita Bugis Makassar S3 itu, walaupun kita menang ya S3 itu, kalau kalah ya S3 juga,” tandasnya.(yn)