JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Selama 2014-2018, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Lampung mengalami defisit ekstrem. Defisit ini terjadi karena program pembangunan tidak mempertimbangkan pendapatan daerah, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.
Informasi dari sumber tepercaya menyebutkan, defisit ekstrem bermula dari sisi perencanaan. Dalam perencanaan tersebut tidak mempertimbangkan pendapatan daerah, serta situasi terkait. Situasi yang berpengaruh adalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Akibatnya target-target pendapatan tidak tercapai, sementara program dan proyek (pembangunan) sudah ditetapkan DPRD bersama pemerintah daerah," ujar sumber tersebut.
Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan ditegarai tidak mempertimbangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Mengacu kepada RPJMD, maka seharunya setiap proram pembangunan harus mempertimbangkan kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta anggaran dari pusat, seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU).
Yang terjadi, lanjut sumber, pembangunan terus berjalan, sedangkan dana sudah tidak ada.
"Selanjutnya, hal itu dibicarakan dan dirundingkan dengan DPRD. Nah, di situ ada 'celah'," ujar sumber.
Defisit ekstrem berpengaruh signifikan terhadap keberlangsungan proyek-proyek pembangunan. Karena target pendapatan tidak tercapai, maka beberapa proyek mengalami pemangkasan. Bahkan, terdapat proyek yang mangkrak karena tidak ada alokasi dana.
"Ujung-ujungnya, pemda mencari pinjaman, yang kemudian membebani anggaran berikutnya," kata sumber. (plt)