JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Rencana Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifudin menerbitkan Kartu Nikah pada tahun 2019 menuai polemik. Bahkan, proyek tersebut disinyalir banyak pihak bisa berujung seperti skandal proyek pembuatan e-KTP.
Anggota Komisi VIII DPR RI Khatibul Umam Wiranu mengatakan, dari sisi filosofis, keberadaan kartu nikah akan sulit dijelaskan oleh pihak Kemenag.
Menurutnya, dari perspektif kebijakan publik proyek yang dimotori politikus PPP itu dinilai mengandung banyam kelemahan, baik dari sisi filosofis maupun sisi yuridis.
Akibatnya, lanjut dia, alih-alih memberi nilai manfaat bagi masyarakat, rencana itu pun kini justru mengundang kegaduhan di publik.
Karena faktanya, kartu nikah bukanlah kartu identitas diri seseorang serta bukan pula menggantikan buku nikah. Begitu juga dari sisi yuridis, tidak ada pijakan hukum atas rencana tersebut.
"Jika ini dianggap sebagai diskresi Menteri Agama, justru rencana ini bertentangan dengan spirit Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) yakni asas bertindak cermat (principle of carefulness). Ide ini tidak memiliki kecermatan," kata Khatibul saat dihubungi, Sabtu (24/11/2018).
Dampak lainnya, lanjut dia, jika rencana ini terealisasi akan memunculkan mata anggaran baru sebagai konsekuensi dari keberadaan kartu nikah yang direncanakan. Seperti biaya perawatan situs, pemeliharaan web, termasuk penggunaan sumber daya manusia (SDM) profesional yang khusus mengelola situs terkait.
Dari sisi penganggaran, kata politikus Demokrat ini, rencana pembuatan kartu nikah ini juga tidak ada dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementeriaan/Lembaga tahun 2018.
Sebab, alam RKAK/L tahun 2018 tercatat alokasi anggaran untuk buku nikah sebesar Rp 11 miliar. Jika pengadaan Kartu Nikah diambil dari alokasi buku nikah tentu ini menyalahi mekanisme penganggaran.
"(Karenanya) Saya menolak tegas rencana penerbitan kartu nikah karena lemah dari sisi filosofis, yuridis dan berpotensi menabrak asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik," katanya.
"Saya sarankan Menteri Agama fokus pada tugas, pokok dan fungsinya yang berbasis pada rencana kerja kementerian. Ide dan inovasi boleh saja dilakukan, namun harus dikontestasikan terlebih dahulu di ruang parlemen dan publik," Khatibul mengingatkan. (Alf)