Berita
Oleh Fitriani pada hari Selasa, 26 Mar 2019 - 12:04:24 WIB
Bagikan Berita ini :

Analis Politik: 6 Guru Honorer yang Dipecat BKD Banten Tidak Melanggar Hukum

tscom_news_photo_1553576664.jpg
Aksi pose 2 jari enam guru honorer di Provinsi Banten yang dipecat BKD Banten, Senin (18/3/2019). (Sumber foto : Ist)

JAKARTA(TEROPONGSENAYAN) --Analis Politik Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah, menilai, aksi pose dua jari yang dilakukanenam guruhonorer di SMAN 9, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, tidak melanggar hukum. Terlebih mereka bukan bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dikatakan Dedi, aksi keenamguru honorer tersebut,hanyapersoalan etika politik publik. Karenanya, keputusanBadan Kepegawaian Daerah (BKD) Banten yang langsung memecat dari sekolahterlalu berlebihan.

"Pemecatan adalah keputusan hukum, sementara mendukung Capres bagi ASN bukan pelanggaran hukum. Kedua mereka memiliki ruang dalam konstitusi, sehingga teguran saja sudah cukup. Pelanggaran yang bisa dibilanghanyalah etika politik publik," kata Dedi, kepada TeropongSenayan,Selasa(26/3/2019).

"Terlebih jika ternyata 6 guru ini bukan ASN, maka tidak ada alasan melarang mereka mengekspresikan dukungan, kesalahan dari insiden ini karena seragam dan tempat mereka berpose," paparnya.

Penulis buku Komunikasi CSR Politik juga menjelaskan, meskipun secara etik tindakan guru tersebut tidak dibenarkan, akan tetapi keputusan BKDterlalu berlebihan.

"Berlebihan memutus hubungan kerja dengan guru hanya karena pose jari, dan stiker 02. Meskipun secara etik tindakan guru tersebut tidak dibenarkan, lebih tidak benar lagi kalau petahana beserta pendukungnya di tingkat bawah represif," jelasnya.

Dedi pun membandingkan aksi keenamtenaga honorer tersebut dengan aksi terang-terangan yang juga pernah dilakukan langsung oleh Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo dan puluhan Kepala Daerah lainnya. Menurut Dedi, kedua kasus itu mestinyaharus direspon dengan adil dan setara.

"Secara politik hukum, semua orang harus diperlakukan sama, 6 guru di Banten dengan beberapa kepala daerah yang sebelumnya mendukung petahana harus direspon setara," tukasnya.

Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik (PSDPP) itu juga menegaskan, bahwa ketimpangan perlakuan justruakan merugikan Capres 01 Jokowi-Ma"ruf sebagai petahana.

"Pemberitaan ketimpangan perlakuan semacam ini, tidak dapat dianggap ringan, karena momentum Pilpres semua hal menjadi alasan kedua pihak saling menekan, dan isu ini jelas merugikan petahana," Dedi mengingatkan.(Alf)

tag: #guru  #honorer-k2  #pilpres-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement