JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, Nurdin Basirun atas dugaan korupsi izin lokasi rencana megaproyek reklamasi Gurindam 12 di Tanjung Pinang.
Padahal proyek reklamasi ini tidak masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2020.
Pusat Data dan Informasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mencatat total dana yang dibutuhkan untuk proyek tersebut mencapai Rp 886 miliar, pembiayaannya pun berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Adapun rincian anggaran khusus yang dikucurkan untuk proyek reklamasi ini sebesar Rp 487,9 miliar pada 2018, Rp 179 miliar pada 2019, dan Rp 220 miliar pada 2020.
Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati, mendesak KPK untuk mengusut tuntas praktik korupsi perizinan reklamasi di Provinsi Kepulauan Riau tersebut, mulai dari unsur pemerintah, pengembang, sekaligus sejumlah perusahaan yang terlibat dalam pertambangan pasir di kawasan ini.
“Banyak pihak terlibat dalam kasus ini. KPK jangan membiarkan satu pihak pun lolos. Semuanya mesti disanksi, mulai dari Gubernur sampai dengan perusahaan pengembang dan penambang pasir,” kata Susan kepada TeropongSenayan, pada Minggu (14/7/2019).
Ironinya, Susan menjelaskan, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sedang mendorong pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) untuk dibahas di Paripurna DPRD Kepulauan Riau. Di dalam Draft Perda RZWP3K tersebut ada beberapa pihak yang mengajukan izin pemanfaatan laut untuk proyek reklamasi agar diakomodir di dalam RZWP3K.
Lebih lanjut, Susan menyebut sejumlah perusahaan yang selama ini terlibat dalam aktivitas reklamasi di Kepulauan Riau, yakni: PT Guna Karya Nusantara, PT Mitra Tama Daya Alam Bintan, PT Bukit Lintang Karimun, PT Kim Jaya Utama, PT Indospora Bumi Persada, PT Yuliana Jaya, PT Combol Bahari Perkasa, PT Merak Karimun Lestari, dan PT Sarana Trans Sejahtera.
“KPK harus memeriksa semua perusahaan ini,” pintanya.
Di sisi lain, menurut Susan, KPK juga harus mengambil sikap tegas kepada oknum yang turut tertangkap tangan yaitu Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepulauan Riau, dan Budi Hartono sebagai Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepulauan Riau.
“Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan DKP adalah rumah bagi nelayan dan perempuan nelayan Indonesa. Dengan terlibatnya kepala Dinas Kelautan Perikanan Pemprov KEPRI dalam OTT ini sebenarnya menjadi preseden buruk bagi Indonesia," ucap Susan.
"KKP sibuk menangkap pencuri ikan di laut Indonesia, pada saat bersamaan, kedaulatan kita juga dicuri dari dalam oleh oknum-oknum di dalam rumah kita sendiri. Laut dijual beli untuk kepentingan segelintir oknum, ini harusnya menjadi catatan bagi KKP khususnya," imbuhnya.
Susan mengingatkan, praktik reklamasi di Kepulauan Riau bukanlah hal baru. Faktanya, telah sejak lama, sejumlah pihak di provinsi ini terlibat penjualan pasir untuk proyek reklamasi di Singapura. Sepanjang 24 tahun (1978-2002) praktik pengerukan pasir telah menimbulkan banyak kerugian, bukan saja aspek teritorial tapi juga ekonomi, perdagangan dan lingkungan hidup.
"Bahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, kerugian yang dialami Indonesia mencapai 42,38 miliar dolar Singapura atau Rp237 triliun akibat penambangan pasir untuk reklamasi di Singapura,” ungkapnya.
Belajar dari kasus reklamasi Kepulauan Riau, Susan meminta KPK memeriksa seluruh proyek reklamasi di Indonesia yang tercatat lebih dari 40 lokasi di kawasan pesisir Indonesia.
"Pada tahun 2018, KIARA mencatat proyek reklamasi tersebar di 41 kawasan pesisir Indonesia. Ada banyak persoalan dalam proyek ini, mulai dari penyuapan, pelanggaran hukum, perusakan lingkungan, penghilangan mata pencaharaian nelayan, pencemaran laut, dan lain sebagainya, dengan kewenangannya, KPK harus memeriksa seluruh proyek ini,” desaknya.
Dikatakan Susan, penangkapan Gubernur Kepulauan Riau merupakan pesan kepada seluruh pemerintah daerah di Indonesia supaya tidak bermain-main dengan perizinan reklamasi yang saat ini massif diberikan. “Ini adalah pesan penting untuk seluruh kepala daerah supaya tidak mudah mengobral perizinan reklamasi,” tegasnya.