Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Pengamat Politik) pada hari Kamis, 25 Jul 2019 - 16:44:06 WIB
Bagikan Berita ini :

Tekanan 45 Persen

tscom_news_photo_1564047846.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

Kemenangan Jokowi Ma"ruf yang diumumkan KPU dan dipertahankan MK dibulatkan 55 persen sedang Prabowo Sandi 45 persen. Meskipun ada keyakinan bahwa pasangan Prabowo Sandi lah yang di atas 50 persen. Perjuangan hukum relatif selesai akan tetapi gambaran dari kondisi pertarungan nampaknya masih berjalan. Manuver Pasangan Jokowi adalah tahap berbagi posisi Menteri di koalisi dan sedikit memecah koalisi lawan dengan tawaran satu dua Menteri. Sedangkan dari kubu Prabowo di samping oposisi juga jika rekonsialisasi tekanannya adalah berbagi porsi sesuai kekuatan dukungan. Bukan satu dua Menteri tapi proporsi dari 45 persen dukungan. Ini masuk ruang "tekanan" politik.

Politik adalah menggalang kekuatan. Dalam ilmu politik sering dikenal "nicht anderes kampf um die macht" perjuangan menggalang kekuasaan. Melalui Pemilu kekuasaan di dapat. Sekarang kalah namun pada pemilu besok bisa menang dan meraih kekuasaan. Kekuasaan dimaksud adalah mengisi formasi di lingkungan supra struktur politik. Pemenang berkuasa dan yang kalah menjadi oposisi. Begitu lazimnya. Akan tetapi dalam sistem politik kita yang bersifat presidensial tidak dikenal oposisi. Hanya sebutan saja bagi pihak atau partai politik yang tidak memiliki kursi kekuasaan.

Pemilu 2019 cukup unik khususnya Pilpres saat ini yakni terblok dalam dua kutub. Pengkubuan cukup tajam, potensial untuk terbelah dan terpecah. Isu politik panas dari penolakan sampai pada "referendum" pemisahan. Demonstrasi hingga subversi. Peredaman melalui negosiasi dan rekonsiliasi. Tawar menawar komisaris dan jatah menteri. Termasuk duta besar di luar negeri. "The winner take all" yang biasa dilakukan oleh pemenang saat ini menjadi sulit untuk direalisasikan. Ada kerawanan serius menghadapi perlawanan. Presiden Jokowi fakta politiknya memiliki legitimasi rendah.

Agak mengejutkan jika rekonsiliasi berisi syarat berat antara lain berbagi porsi untuk "oposisi" 45 persen. Ini kualifikasinya adalah "tekanan politik". Jokowi Ma"ruf dalam kondisi dilematis. Antara stabilitas, kegalauan koalisi dan juga soal investasi.
Prediksinya memang sulit untuk menerima 45 persen porsi. Karenanya hanya satu dua menteri yang dilepas. Ini berarti stabilitas dikorbankan. Pemerintah Jokowi menghadapi kerawanan politik. Goyangan bertahap akan semakin kuat. Akhirnya pilihan menjadi pahit. Turun di perjalanan. Ada contoh sejarah Bung Karno, Pak Harto, dan Gus Dur. Bertambahkah esok dengan PakJokowi ?

Bandung 25 Juli 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pilpres-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Libur Nataru 2024-2025: Momentum Kebersamaan dan Tantangan Mobilitas Nasional

Oleh Muchlis Ali
pada hari Jumat, 20 Des 2024
Jakarta – Libur panjang Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru) diperkirakan akan melibatkan lebih dari 110 juta orang yang melakukan perjalanan mudik dan liburan. Mobilitas besar-besaran ini ...
Opini

Program 3 Juta Rumah Prabowo: Ambisi atau Realita?

20 Desember 2024 | 17.14 WIB Presiden Prabowo Subianto meluncurkan program besar berupa pembangunan 3 juta rumah per tahun, yang disebut sebagai langkah strategis untuk mengatasi krisis perumahan ...