JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meminta pemerintah mengejar pihak atau orang-orang yang paling menikmati keuntungan dari peristiwa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Ia menilai karhutla sekarang ini terjadi karena adanya upaya mendapatkan keuntungan finansial.
Juru Kampanye Walhi Zenzi Suhadi mengatakan, kebakaran hutan sudah ada di Indonesia sejak ratusan tahun lalu. Namun, perbedaan mencolok pada era sekarang ialah kerentanan risiko gambut. Perbedaan lainnya, yakni skala dan motifnya yang berbeda.
Pada zaman dahulu, ia mengatakan, kebakaran hutan karena masyarakat lebih beradaptasi dan menjaga norma-normal lingkungan, bukan lantaran mengedepankan aspek keuntungan finansial seperti yang dilakukan para korporasi sekarang ini. Untuk itu, ia mengatakan, tidak tepat kalau pemerintah menuduh masyarakat peladang.
"Salah sasaran. Sekarang ladang sudah musim panen, nggak mungkin mereka melakukan pembakaran. Kejar orang-orang yang paling menikmati keuntungan dengan adanya kejadian ini," kata dia dalam acara "Karhutla: Kebakaran Hutan Lagi?" di Cikini, Jakarta, Sabtu (21/9/2019).
Zenzi berpandangan, karhutla tak lepas dari belum maksimalnya proses penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan.
"Proses penegakan hukum selama ini terhadap pelaku kejahatan belum efektif karena ada beberapa hal, mulai regulasi dan perbedaan modus operandi para pelaku yang mengubah cara (membakar hutan)," kata Zenzi.
Zenzi menilai, lembeknya penegakan hukum tidak menimbulkan efek jera sehingga membuat kejadian pembakaran hutan dan lahan terus berlangsung setiap tahunnya.
"Kita punya kelemahan karena masih memberi ruang dan tidak beri efek jera langsung ke korporasi, itu menjadi alasan kenapa pelaku pada 2015 masih melakukan lagi sekarang," sambung Zenzi.
Walhi, lanjut Zenzi, juga mendorong pemerintah menetapkan status darurat pencemaran udara, bukan bencana nasional. Apabila ditetapkan sebagai bencana nasional, seluruh biaya penanggulangan akan ditanggung negara.
Hal ini berbeda dengan status darurat pencemaran udara, dimana korporasi yang terlibat dalam pencemaran udara lewat karhutla diwajibkan menanggung seluruh biaya penanggulangan.
"Ada kecenderungan pemerintah mensubsidi pada pelaku kejahatan lingkungan dengan menanggung beban penanggulangan dan beban ekonomi," ucap Zenzi.(plt)