Belakangan ini masyarakat terkejut dengan lonjakan harga masker hingga lebih 100% dan barangnya langka di beberapa apotik di Jakarta maupun daerah lainnya. Bahkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berencana menelisik kemungkinan terjadinya permainan harga masker oleh pihak kartel di dalam negeri.
Lantas mengapa masyarakat menjadi “demam” memakai masker untuk melindungi penularan virus khususnya di transportasi umum (KRL dan Bus TransJakarta)? Padahal, pemerintah Indonesia secara resmi mengumumkan tidak ada WNI yang terdeteksi penularan virus Corona yang berasal dari Wuhan, China.
Bahkan Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto merasa tidak heran dengan melambungnya harga masker di Indonesia. Dia menilai harga masker mengalami lonjakan karena diburu masyarakat setelah munculnya virus Corona. Terawan pun justru menyalahkan orang-orang yang membeli masker. "Salahmu sendiri kok beli ya," ujarnya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (15/2).
Ada benarnya pendapat Terawan tersebut. Karena logikanya, orang yang sehat tidak perlu menggunakan masker untuk mengantisipasi virus. Harusnya, kata dia, masker hanya digunakan oleh orang yang sakit agar tak menularkan penyakitnya ke lingkungan sekitar.
Kita menilai banyak perilaku orang itu lebih banyak dipengaruhi oleh propaganda dari luar dirinya. Hebatnya propaganda saat sekarang ini, dalam hal apapun, bahkan yang tidak rasional, terus dijejalkan kepada masyarakat. Dari semua saluran komunikasi terus berdatangan siang malam, tiada henti. Sampai terbentuk satu persepsi seperti tujuan propaganda.
Dulu ISIS dipuja tanpa rasional. Bahkan demo 411 narasi ISIS dipakai untuk melawan pemerintah. Yang kini mendera sesal dan derita di kamp pengungsian ex ISIS itu karena propaganda. Itu contoh konkrie buruknya propaganda tanpa dicerna dengan akal waras, termasuk propaganda virus Corona belakangan ini.
Semua orang tahu, bahwa virus Corona itu menyebar di musin dingin di China dan memakan korban lebih banyak orang tua yang lemah daya tahannya. Jumlah korban virus itu jauh lebih banyak dari korban virus demam berdarah di Indonesia. Penyebaran virus demam berdarah sangat masif dan efektif. Karena lewat gigitan nyamuk.
Sementara virus Corona tersebar lewat kontak langsung dengan penderita. Kalau anda menjauh dari penderita dan penderita ada di rumah sakit, kenapa anda yang baperan pakai masker segala di semua tempat umum? Waspada perlu, caranya jaga kesehatan. Tingkatkan daya tahan tubuh dengan makan bergizi dan bervitamin. Jaga kebersihan. Itu lebih canggih dan berakal sehat.
China itu komunis. Namun ketakutan akan komunis dari China terus ditiupkan dari berbagai saluran media. Padahal China itu lebih kapitalis daripada AS. Orang tetap takut akan China dan membenci karenanya. Mereka tidak peduli bila benda benda modern yang mereka pakai itu buatan China. Rasional hilang, yang ada adalah masyarakat baperan. Komunis tidak perlu ditakuti, yang ditakuti adalah kemiskinan yang membuat anda jadi bodoh. Selagi anda cerdas dan tidak kurang duit, paham komunis tidak akan laku. Itusmart.
Kalau dasar kita bersikap karena propaganda, maka sebetulnya hidup kita sangat rawan di mana dan kapan saja. Kita seolah hidup di drive oleh kepentingan orang lain. Nilai kita sebagai makhlukfree willberkurang, dan kita hanya akan jadi bagian komunitas yang renta akan rasa kawatir berlebihan, dan kadang kalau euforia juga berlebihan.
Akibatnya, ke atas tak bergantung, ke bumi tak berpijak, ke kanan tak beruang, dan ke kiri tak bersudut. Jadi manusianothing. Seharusnya dalam situasi apapun kita itu seharusnyasomething, punya nilai menjadi diri kita sendiri, terbang tinggi mencapai spiritual tertinggi namun membumi bagai induk ayam dalam menyelesaikan keseharian. Tanpa takut, tanpa kawatir namun tetap waspada secara cerdas. Mulai sekarang hilangkan budaya memakai masker, jika tubuh tidak merasa sakit.