BJ Habibie dan kebebasan pers ibarat dua sisi mata uang. Saling mengisi, saling melengkapi. Kebebasan pers menjadi salah satu ikon kesuksesan Habibie memimpin bangsa pada masa transisi 1998-1999.
Sungguh, menjadi presiden pasa masa tersebut bukan perkara mudah. Tak cuma ketangguhan, namun juga membutuhkan kepekaan dan kecerdasan luar biasa. Periode 1998-1999 adalah masa peralihan dari rezim otoriter orde baru ke era reformasi. Dan sejarah mencatat, Habibie sukses memimpin bangsa pada masa sulit tersebut.
Sebagai contoh, putra Pare-pare Sulawesi Selatan itu mampu menekan keterpurukan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Kurs nilai tukar, yang tadinya di kisaran Rp18.000-Rp20.000/dolar berhasil dijinakkan menjadi di bawah Rp10.000/dolar.
Saat bersamaan, satu dari lima pemilik IQ tertinggi di dunia itu, sukses membangun infrastrukutr sosial politik. Di titik inilah, Habibie membuka kran kebebasan berpendapat, termasuk kemerdekaan pers. Di titik ini pula, pers mendapatkan ruang luas guna menjalankan peran sebagai pilar demokrasi.
Tangan dingin Habibie laksana embun yang menyejukkan kebun-kebun kebebasan pers. Keberpihakannya kepada kebebasan itu pun tak cuma kata dan wacana. Habibie menunjukkan hal tersebut melalui aksi nyata. Salah satunya meneken dan memberlakukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ini lah regulasi yang membuktikan puncak keseriusan Habibie membela kebebasan pers.
Sebelum meneken UU Pers, manusia super cerdas ber-IQ 200 itu telah lebih dulu mencabut ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), yang diikuti dengan penetapan aturan baru dalam bentuk Permenpen Nomor 1 Tahun 1998.
Dengan ketetapan baru tersebut, majalah dan tabloid yang pernah dibredel bisa mengajukan SIUPP kembali. Sampai dengan Juni 1999, tak kurang dari 400 SIUPP dikeluarkan pemerintah.
Terdapat sejumlah kebijakan yang mencengangkan pada masa kepemimpinan Habibie. Salah satunya, ini yang harus digarisbawah, adalah kebebasan pers.
Kini, pahlawan kebebasan pers itu telah kembali ke pangkuan Sang Khalik. Namun, tak secuil pun kisah kepahlawanannya menguap dari memori seluruh praktisi pers. Selamat jalan eyang. Terima kasih untuk ketulusanmu membangun dan merawat kebebasan pers.