JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengritisi materi Pasal dalam Peraturan Menteri (Permen) No 9 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dalam Permen yang diteken Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu memuat istilah "berkoordinasi" bagi pemerintah daerah yang memberlakukan PSBB di wilayahnya.
Istilah tersebut ada dalam Pasal 14 ayat (1) yang berbunyi:
(1)Pemerintah Daerah dalam melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk aparat penegak hukum, pihak keamanan, pengelola/penanggung jawab fasilitas kesehatan, dan instansi logistik setempat.
Menurut Yusril, istilah yang digunakan tidak memiliki makna konkret terhadap wewenang Polri dalam tugasnya yang turut andil dalam PSBB di daerah. Diamempermasalahkan kewenangan polisi tersebut karena faktanya kewenangan polisi juga tidak diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan, kecuali diberlakukannya karantina wilayah.
"Seperti apa koordinasi itu, tidak begitu jelas. Permenkes memang tidak bisa mengatur detail tentang koordinasi seperti ini. Seharusnya, lebih detil diatur dalam PP yang bisa mengatur lintas sektoral," kata Yusril kepada TeropongSenayan, Ahad (6/4/2020).
Teropong juga: Yusril: UU Acuan PSBB Serba Tanggung
Di sisi lain, Polri juga telah memiliki tugas untuk membantu pemerintah dalam penanggulangan virus korona. Tugas itu sebagaimana diinstruksikan Kapolri Jenderal Idham Azis pada bulan lalu. Akan tetapi, kata Yusril, instruksi tersebut tidak mengikat secara hukum karena hanya berupa peringatan dari aparat kepolisian.
"Sekarang ini Kapolri sudah keluarkan maklumat tetapi maklumat itu sejatinya adalah sebuah "pengumuman" tentang sesuatu, bukan berisi norma hukum yang mengatur kewenangan, hak, kewajiban, dan seterusnya," jelas mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ini.
Sebelumnya, Yusril menilai PSBB yang diatur dalam Permen Nomor 9 Tahun 2020 tak bertaji karena tidak mengatur mengenai sanksi hukum bagi pelanggar. Padahal, ketentuan ini diperlukan agar dalam masa penanggulangan wabah korona atau Covid-19 masyarakat dapat disiplin mengikuti arahan pemerintah. Bagi yang melanggar, tentu akan dikenakan sanksi.
Ketua umum Partai Bulan Bintang ini memandang peraturan yang diteken Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tersebut masih menyisakan celah bagi pelanggarnya. Kekosongan sanksi hukum membuat penerapan PSBB sulit untuk dilakukan secara efektif.
"Soal sanksi, Permenkes memang tidak bisa disalahkan. Sanksi pidana misal pelanggarnya dipenjara 1 tahun, atau dikurung 3 bulan, atau didenda 1 milyar hanya bisa diatur dalam UU. PP aja tidak bisa ngatur, apalagi Permen. Nah celakanya, UU Karantina Kesehatan tdk mengatur masalah ini," ujar Yusril, mantan pengacara calon presiden Joko Widodo-Ma"ruf Amin dalam pemilihan presiden tahun 2019.