JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Guna menjawab tuntutan masa pandemi, berbagai lembaga riset dan laboratorium di sejumlah negara berlomba-lomba menemukan vaksin penangkal virus korona. Sebelum vaksin ditemukan, metode pencegahan guna meredam penyebaran virus pun sudah dilakukan dengan bersandar pada imbauan WHO.
Lembaga kesehatan dunia itu sejatinya berpijak pada sains dalam berbagai kebijakannya.
"Penyusunan kebijakan dilakukan dengan perencanaan dan pentahapan yang terukur secara kuantitatif maupun kualitatif," kata anggota komisi kesehatan (Komisi IX) DPR, Netty Prasetiyani kepadaTeropongSenayan, Senin (8/6/2020).
Wabah korona memang diprediksi belum akan segera berakhir. Namun penciptaan vaksin untuk menangkal virus korona akan terus dikebut. Perkiraan penemuan vaksin setidaknya memakan waktu kurang lebih 12 bulan. Untuk itu, sudah sepatutnya masyarakat mendukung upaya sains sebagai alat menghadapi korona sebelum ditemukan metode lain yang lebih jitu memberantas virus mematikan.
Di tengah pandemi yang sedang berkecamuk, sains mampu menyelematkan jutaan nyawa manusia dari jangkitan SARS-CoV-2 atau Covid-19. Berkat upaya yang dilakukan para dokter angka kematian tak bertambah. Virus mematikan ini dapat diidentifikasi dan serta berbagai obat dan metode penyembuhan kedokteran mampu memulihkan mereka yang terjangkit. Maka tak berlebihan kiranya jika kita menyebut bahwa sains menjadi panglima di musim wabah ini.
Setidaknya kehadiran sains ini yang begitu ditekankan olehNetty. Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini sadar betul bahwa untuk menghadapi virus korona harus melalui pendekatan ilmiah. Tanpa sains dalam masa yang darurat seperti sekarang, upaya mengatasi korona bisa saja sia-sia.
Itu sebabnya dalam beberapa kesempatan ia selalu mengingatkan pemerintah untuk konsisten berkolaborasi dengan para ahli wabah menular dalam menetapkan sebuah kebijakan. Peran para ahli di musim pandemi amat penting untuk mengetahui peta penyebaran virus.
"Pelibatan ahli epidemiologi, ahli virus, dan pakar kesehatan lainnya sangat penting mengingat pandemi Covid-19 ini berbasis wabah atau bencana kesehatan," katanya.
Kerja sains dalam mengidentifikasi virus tidak sederhana. Rangkaian kegiatan yang ditempuh haruslah melalui proses ilmiah. Mulai dari observasi, pendataan, peninjauan sampel di bawah lensa mikroskop, hingga penentuan dengan kesimpulan hasil riset. Semua tahapan itu dikerjakan secara teliti dan berlandaskan pada prinsip-prinsip teori pengetahuan yang sebelumnya sudah teruji.
Hal inilah yang menjadikan fakta pada pembuktian ilmiah mendapat tempat terhormat di masyarakat. Masyarakat saat ini tidak dapat bergantung pada dogma apalagi mantra.
Data akurat yang dihasilkan sains tersebut, selanjutnya akan menjadi dasar bagi pengambil kebijakan. Melawan sesuatu yang berhubungan dengan materi tentu harus dengan cara materi juga. Bedanya, materi yang dirumuskan sains mempunyai perhitungan yang kuat dan logis.
"Penggunaan atau penyajian data yang kredibel, yaitu yang memenuhi unsur validitas, realibilitas, dan objektivitas mengingat data adalah basis penentu dalam menyusun kebijakan," ujar Netty.
Wabah korona menyadarkan kita tentang besarnya peran sains di tengah-tengah kehidupan. Lewat perantara ilmu pengetahuan alam ini, kita sebagai manusia yang hidup di alam materi mampu memahami dengan tepat dan cepat gejala alam yang bernama korona itu. Hal itu dilakukan agar manusia dapat mengantisipasi dan menghadapinya dengan baik.
Di masa darurat kesehatan dan ekonomi ini, kita saksikan sains menjadi panglima dalam mengawal kesehatan dengan para dokter dan perawat sebagai pelakunya. Dengan saya ilmu pengetahuan mereka menjadi harapan banyak manusia.