JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Layanan berbasis digital diperkirakan akan semakin mendominasi industri jasa keuangan,
seiring momentum normal baru akibat pandemi corona utamanya layanan pinjaman daring (fintech).
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama
pemerintah untuk memperkuat ekosistem pendukung atas penyelenggaraan layanan tersebut.
“Pandemi COVID-19 telah mendorong penyesuaian aktivitas ekonomi masyarakat untuk bertransformasi digital, momentum ini pun mendorong akselerasi pengembangan pinjaman daring atau fintech yang kian diminati masyarakat sehingga turut mempercepat tercapainya inklusi keuangan," ujar Puteri di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta Pusat, Senin (22/06/2020).
Puetri mengatakan kalau ekosistem pendukung seperti penyempurnaan regulasi dan infrastruktur pengawasan perlu terus diupayakan.
"Hal itu agar menghasilkan produk
keuangan digital yang aman, bertanggung jawab, dan memprioritaskan perlindungan konsumen,” katanya.
Sebagai informasi, selama masa pandemi, penyaluran pembiayaan melalui pinjaman fintech mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Hingga April 2020, OJK mencatat total penyaluran pinjaman yang mencapai
Rp13,75 triliun atau tumbuh 67,27 persen dibandingkan April 2019 yang hanya senilai Rp8,22 triliun.
Secara total, pembiayaan fintech mencapai Rp106,06 triliun atau naik 186,54 persen pada April 2020, pembiayaan tersebut berasal dari pemberi pinjaman yang mencapai 647.993 akun dan digunakan oleh 24.770.305 akun
peminjam.
Puteri menuturkan kalau pengaturan dan pengawasan fintech masih belum optimal mengingat keterbatasan aspek regulasi yang kemudian memicu maraknya aktivitas fintech ilegal di masyarakat.
“Selama ini pengaturan fintech masih terbatas pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), itulah mengapa
RUU Teknologi Keuangan masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020–2024," tuturnya.
Politisi Golkar ini memparkan kalau RUU in diiperlukan terutama untuk menjamin keamanan data pribadi konsumen serta pengenaan sanksi pidana atas pelanggaran hukum yang dilakukan.
"Momen ini sangat tepat mengingat pendaftaran fintech baru diberhentikan
sementara oleh OJK sehingga menjadi kesempatan untuk menyempurnakan regulasi dan kinerja pengawasan secepatnya,” paparnya.
Hingga April 2020, jumlah aduan masyarakat melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terkait fintech ilegal masih mendominasi.
Di balik kemudahan persyaratan serta proses yang cepat, fintech ilegal membebani
masyarakat dengan bunga pinjaman yang tinggi dan denda jatuh tempo yang di luar batas ketentuan.
Tak terkecuali, praktik penagihan yang mengintimidasi dan tidak adanya proteksi atas data pribadi juga menjadi keluhan nasabah fintech illegal.
Untuk itu, Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini meminta OJK beserta instansi terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan masyarakat melalui sosialisasi dan edukasi terkait produk jasa keuangan digital berizin OJK.
“Masyarakat tengah mengalami kesulitan keuangan akibat pandemi, kondisi ini meningkatkan daya tarik dan peluang fintech ilegal untuk memberikan pinjaman cepat namun dengan skema pinjaman yang di luar batas ketentuan," tandasnya.
Puteri menilai kalau langkah preventif dan represif perlu dipersiapkan pemerintah untuk mencegah jumlah masyarakat yang menjadi korban.
"Tentunya, langkah tersebut perlu dukungan sinergi dan komitmen antar instansi dan edukasi luas kepada masyarakat sebagai pengguna layanan,” tutupnya.