AKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota Komisi Kepemiluan (Komisi II) DPR, Zulfikar Arse Sadikin, menegaskan Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) yang sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020, harus memperkuat sistem presidensial. Penegasan itu berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU/XVII/2019 tentang Pemilu Serentak.
"Kalau kita mau ikuti putusan MK 55/2019 tentang Pemilu Serentak, apapun yang kita lakukan untuk rekayasa Pemilu, harus bisa diarahkan untuk memperkuat sistem presidensial," kata Zulfikar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 30 Juni 2020.
Politikus Golkar ini mengungkapkan Pemilu Serentak (Pileg dan Pilpres) 2019 lalu merupakan salah satu upaya memperkuat sistem presidensial. Pasalnya, hal itu bisa membuat pemerintahan tidak terbelah bahwa pemenang Pilpres di eksekutif juga menjadi pemenang Pileg.
"Sistem presidensial dengan multipartai, itu sangat dibutuhkan yakni eksekutif mendapatkan dukungan legislatif. Untuk dapatkan dukungan legislatif itu maka dibuat Pemilu Serentak di 2019," katanya.
Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR ini memberi contoh Pemilu 2004 dan pemilu 2014. Saat itu, pilpres dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat. Sedangkan pilegnya dimenangkan oleh Golkar.
Sementara pada Pemilu 2014, pilpres dimenangkan PDIP dengan tokoh andalannya Joko Widodo sebagai Presiden. Sedangkan PDIP yang juga menjadi pemenang pileg namun kalah di parlemen akibat koalisi.
"Ini tidak boleh sering terjadi di negara yang menganut sistem presidensial dengan multipartai. Oleh karena itu, MK memutuskan agar Pemilu Serentak, itu solusinya," tegasnya.
Sistem presidensial menurut Zulfikar harus memisahkan antara Pemilu nasional dengan Pemilu di tingkat daerah. Hal ini sesuai dengan putusan MK yang menyatukan pemilu dalam satu rezim. Artinya, pilkada masuk dalam rezim pemilu agar ke depan tidak ada lagi pembedaan pemilu dengan pilkada.
Zulfikar mengimbuhkan sistem presidensial harus diperkuat agar pemerintahan berjalan efektif sampai ke tingkat kabupaten dan kota. Saat ini pemerintahan di daerah tidak berjalan efektif karena banyak dari kepala daerah bukan dari partai pemenang pilpres dan pileg.
Oleh karena itu Zulfikar mengusulkan nantinya ada tiga Pemilu Serentak, yakni Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota (Kepala Daerah, DPRD), Pemilu tingkat Provinsi dan Pemilu Nasional (Pileg dan Pilpres). "Diharapkan kalau di kabupaten/kota yang menang biru, maka yang di provinsi bisa biru maka yang pusat juga biru. Kalau seperti itu efektivitas pemerintahan bisa berjalan bagus," jelasnya.
Di samping itu, lanjut Zulfikar, memperkuat sistem presidensial juga membuat partai politik menjadi lebih baik. Sebab, aspirasi partai di daerah menjadi lebih terangkat tanpa harus terpaku pada pusat.
"Selama ini kan dari pusat, baru provinsi, kabupaten/kota. Artinya partai bisa dibentuk dari bawah sesuai aspirasi masyarakat. Kalau dia mau naik ke provinsi, tinggal dibuat saja harus dapat kursi di separuh kabupaten/kota. Kalau dia mau jadi partai yang nasional, dia dapat kursi separuh provinsi. Eksistensi partai bukan syarat administrasi, tapi pemilu, selama ini syarat administrasi," pungkas legislator dari dapil Jawa Timur III ini.
Untuk diketahui, RUU Pemilu yang diusulkan DPR saat ini masih dalam tahap penyusunan di Komisi II DPR dan belum masuk pada tahap pembahasan bersama pemerintah
Komisi II DPR juga masih menjaring masukan dari berbagai kalangan.
Nantinya apabila Komisi II DPR sudah menyelesaikan pembuatan naskah akademik dan draf RUU, maka diserahkan ke Baleg DPR untuk disinkronisasi. Selanjutnya dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. Baru kemudian DPR bisa membahas RUU bersama Pemerintah.