JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menjelaskan bahwa proses ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa memakan waktu lama karena adanya lobi-lobi dari negara lain yang berusaha menggagalkan proses pemulangan buronan pembobol kas Bank BNI pada 2003 itu.
Maria ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019 lalu.
"Ini memerlukan proses panjang, saya katakan tadi karena dia warga negara, tentunya ada lobi-lobi bukan hanya kita yang melobi, tentu ada negara lain juga yang melakukan lobi-lobi menurut penjelasan dari pak Duta Besar ada upaya yang intens dari salah satu negara untuk melobi supaya yang bersangkutan tidak diekstradisi ke Indonesia," ujar Yasonna dalam jumpa pers di Bandara Seokarno-Hatta, Banten, Kamis (9/7/2020).
Namun, Yasonna tidak mengungkap negara mana yang ingin menggagalkan ekstradisi terhadap perempuan yang buron selama 17 tahun itu.
Dia mengatakan sejak memperoleh informasi bahwa Maria ditangkap di Serbia, pihaknya langsung mengirimkan surat permintaan percepatan permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Serbia pada 31 juli 2019.
Namun, adanya gangguan dari salah satu negara tersebut membuat proses ekstradisi tidak berjalan mulus.
Selain itu, kata dia, terdapat pula upaya dari pengacara Maria di Serbia yang berusaha mencegah terjadinya ekstradisi tersebut.
Yasonna mengatakan upaya untuk menggagalkan proses ekstradisi terhadap Maria tidak terwujud berkat diplomasi hukum tingkat tinggi yang dijalankan pemerintah Indonesia, serta komitmen tegas pemerintah Serbia untuk mengekstradisi Maria ke Indonesia.
Pada bulan September, Pemerintah Indonesia kembali mengirimkan permintaan percepatan ekstradisi, setelah diketahui bahwa pada pertengahan Juli 2020, masa penahanan Maria di Serbia akan berakhir.
"Setelah mengetahui prosesnya tanggal 17 akan berakhir, kita meningkatkan intensitas lobi dan pertemuan, dan kemarin puncaknya setelah kita melihat ada lampu hijau yang baik," katanya. (Antara)