JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Kabar buruk bagi perguruan tinggi yang menerapkan metode pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pasalnya, dalam Peraturan Menristekdikti No 51 Tahun 2018, menyebutkan universitas atau kampus yang melakukan PJJ berpotensi dicabut izinnya. Regulasi ini membuat dilema karena pada saat yang sama musim pandemi korona menuntut masyarakat untuk menjaga jarak.
Wakil Ketua Komisi Pendidikan (Komisi X) DPR, Abdul Fikri Faqih, meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meninjau ulang semua regulasi PJJ. Ia mengungkapkan regulasi tersebut tak relevan bila diberlakukan pada saat masa pandemi. Sebab, bisa berdampak pada pencabutan izin kampus.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menerangkan, dalam kondisi pandemi Covid-19, hampir seluruh kampus di tanah air melakukan pembelajaran jarak jauh dengan mengandalkan platform daring.
Namun tak dinyana, aktifitas ini justru dianggap melanggar ketentuan dalam Peraturan Menteri Riset & Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) nomor 51 tahun 2018 Tentang Pendirian, Perubahan, pembubaran Perguruan Tinggi Negeri dan Pendirian, Perubahan, dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta.
Dalam pasal 53 ayat (1) b di Permenristekdikti 51/2018, setiap kampus yang menyelenggarakan PJJ harus berakreditasi A. “Padahal selama pandemi, semua jenis kampus mau tidak mau PJJ,” kata Fikri di Kompleks Parlemen, Rabu, (15/7).
Sanksi yang diberikan juga tidak main-main. Fikri mengatakan bila ketentuan tersebut tidak diindahkan, maka sanksi penutupan adalah ancamannya.
Abdul Fikri Faqih
Hal yang sama sebelumnya juga disampaikan Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), Budi Djatmiko. Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Panitia Kerja Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Komisi X DPR, Selasa, (14/7), Budi memintaPasal 53 Permenristekdikti 51/2018 dicabut. Sebab, pasal itu dinilai hanya mengatur perguruan tinggi berakreditasi A yang dapat melaksanakan PJJ.
"Jadi ada gagal paham di Kementerian, PJJ dijadikan perizinan baru. Dengan kata lain, sekarang semua perguruan tinggi melanggar peraturan," katanya.
Sebab itu, Fikri meminta Kemendikbud meninjau ulang semua regulasi terkait yang bisa menghambat pelaksanaan PJJ. “Kami mendesak Kemendikbud RI untuk menyelaraskan regulasi tentang pelaksanaan PJJ antara Undang-Undang dengan aturan di bawahnya agar PJJ sebagai bagian dari Sisdiknas dan metode pembelajaran di masa pandemi dan setelahnya tidak menjadi kendala,” jelas Fikri.
Lagipula, Fikri mengimbuhkan, konsiderans aturan Permenristekdikti sudah tidak relevan dengan subjek yang mengatur karena saat ini sudah bergabung di bawah Kemendikbud. Untuk itu, peraturan yang digunakan pun seharusnya adalah Permendikbud.
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Tengah IX ini juga menyampaikan pentingnya penggunaan platform daring buatan anak negeri dalam mendukung pelaksanaan PJJ. “Kemendikbud RI perlu mendukung dan menyosialisasikan tentang penggunaan aplikasi lokal dan mempersiapkan dengan baik agar PJJ tidak tergantung pada produk asing,” katanya.