Opini
Oleh Yusril Ihza Mahendra (Ketua Umum PBB) pada hari Senin, 01 Jun 2015 - 11:07:45 WIB
Bagikan Berita ini :

Benarkah Tanggal 1 Juni Merupakan Hari Kelahiran Pancasila?

91Yusril.jpg
Yusril Ihza Mahendra (Sumber foto : Indra Kusuma/TeropongSenayan)

Sebagian orang menyebut tanggal 1 Juni adalah Hari Lahirnya Pancasila, yang sekarang sebagian orang menyebutnya dengan istilah Hari Pancasila.

Pancasila adalah landasan falsafah negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, khususnya alinea ke-4. Saya lebih suka menyebut Pancasila sebagai "landasan falsafah negara" bukan dasar negara atau ideologi sebagaimana sering kita dengar. Istilah landasan falsafah negara itu bagi saya lebih sesuai dengan apa yang ditanyakan Ketua BPUPKI dr. Radjiman Wedyodiningrat.

Diawal sidang, Radjiman berkata, sebentar lagi kita akan merdeka. Apakah filosofische grondslag Indonesia merdeka nanti?. Radjiman tidak bertanya tentang ideologi negara atau dasar negara. Dia bertanya filosofische gronslag atau landasan falsafah negara.

Bagi saya ucapan Radjiman itu benar. Landasan falsafah adalah sesuatu rumusan yang mendasar, filosofis dan universal. Beda dengan ideologi yang bersifat eksplisit yang digunakan oleh suatu gerakan politik, yang berisi basis perjuangan, program dan cara mencapainya.

Landasan falsafah negara haruslah merupakan kesepakatan bersama dari semua aliran politik ketika mereka mendirikan sebuah negara. Karena itu landasan falsafah negara harus menjadi titik temu atau common platform dari semua aliran politik yang ada di dalam negara itu.

Ada beberapa tokoh yang menanggapi pertanyaan Radjiman. Mereka menyampaikan gagasan tentang apa landasan falsafah negara Indonesia merdeka itu. Supomo, Hatta, Sukarno, Agus Salim, Kyai Masykur, Sukiman adalah diantara tokoh-tokoh yang memberi tanggapan atas pertanyaan Radjiman.

Sukarno adalah pembicara terakhir yang menyampaikan tanggapannya pada 1 Juni 1945. Dia mengusulkan lima asas untuk dijadikan sebagai landasan falsafah. Sukarno menyebut lima asas yang diusulkannya itu sebagai Pancasila.

Setelah semua tanggapan diberikan, Supomo berkata bahwa dalam BPUPKI itu terdapat dua golongan, yakni golongan kebangsaan dan golongan Islam. Golongan Islam, kata Supomo, menghendaki Indonesia merdeka berdasarkan Islam. Sebaliknya, golongan kebangsaan menghendaki negara persatuan nasional yang memisahkan antara agama dengan negara.

Setelah itu dibentuklah Panitia 9 untuk merumuskan landasan falsafah negara berdasarkan semua masukan yang diberikan para tokoh. Kesembilan tokoh itu adalah Sukarno, Hatta, Ki Bagus, Agus Salim, Subardjo, Kahar Muzakkir, Wahid Hasyim, Maramis dan Yamin. Sembilan tokoh itu, empat mewakili Golongan Kebangsaan, empat mewakili Golongan Islam, dan satu mewakili Golongan Kristen.

Sembilan tokoh ini merumuskan naskah proklamasi yang sekaligus akan menjadi Pembukaan UUD. Naskah tersebut disepakati pada tanggal 22 Juni 1945. Yamin menyebut naskah itu "Piagam Jakarta" yang berisi gentlemen agreement seluruh aliran politik di tanah air.

Dengan Piagam Jakarta kompromi tercapai, Indonesia tidak berdasarkan Islam, tapi juga tidak berdasarkan sekularisme yang pisahkan agama dengan negara. Dalam Piagam Jakarta itulah untuk pertama kalinya kita temukan rumusan Pancasila sebagai landasan falsafah negara yang disepakati semua aliran.

Ketika proklamasi, naskah Piagam Jakarta tidak jadi dibacakan sebagai teks proklamasi. Teks baru dirumuskan malam tanggal 16 Agustus 1945. Teks baru proklamasi yang dibacakan tanggal 17 Agustus 1945 adalah teks yang kita kenal sekarang "Kami bangsa Indonesia.." dst.

Namun naskah Piagam Jakarta disepakati akan menjadi Pembukaan UUD yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945. Sebelum disahkan, Sukarno dan Hatta minta tokoh-tokoh Islam setuju kata Ketuhananan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya dihapus. Walaupun kecewa, namun Kasman Singodonedjo dan Ki Bagus Hadikusumo akhirnya menerima ajakan Sukarno dan Hatta

Kalimat Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya akhirnya dihapus dan diganti dengan "Ketuhanan Yang Maha Esa". Jadi kompromi terakhir tentang landasan falsafah negara Pancasila dengan rumusan seperti dalam Pembukaan UUD 45 adalah terjadi tangggal 18 Agustus 1945.

Jadi hari lahirnya Pancasila bukanlah tanggal 1 Juni, tetapi tanggal 18 Agustus ketika rumusan final disepakati dan disahkan. Pidato Sukarno tanggal 1 Juni barulah masukan, sebagaimana masukan dari tokoh-tokoh lain, baik dari golongan kebangsaan maupun dari golongan Islam.

Apalagi jika kita bandingkan usulan Sukarno tanggal 1 Juni cukup mengandung perbedaan fundamental dengan rumusan final yang disepakati 18 Agustus. Ketuhanan saja diletakkan Sukarno sebagai sila terakhir, tetapi rumusan final justru menempatkannya pada sila pertama.

Sukarno mengatakan bahwa Pancasila dapat diperas menjadi trisila dan trisila dapat diperas lagi menjadi ekasila yakni gotongroyong. Rumusan final Pancasila menolak pemerasan Pancasila menjadi trisila dan ekesila tersebut.(*)

TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #hari lahir pancasila  #pancasila  #yusril  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Penetapan Tom Lembong Sebagai Tersangka Impor Gula, Sarat Kepentingan Politik

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 31 Okt 2024
29 Oktober 2024, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Tom Lembong, menteri perdagangan 2015-2016, sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang impor gula 2015. Penetapan tersangka kepada Tom Lembong ...
Opini

Drama Gula Kristal

Siapa yang tak kenal Tom Lembong? Bukan sembarang orang. Mantan Menteri Perdagangan era Jokowi yang terkenal dengan kecerdasannya, lulusan Harvard pula! Tapi ironisnya, sekarang justru dia masuk ke ...