JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Komisi Agama (Komisi VIII) DPR mendesak Menteri Agama Fachrul Razi mengambil sikap atas kejadian pembakaran kitab suci Al-Quran pada peristiwa demonstrasi di Norwegia dan Swedia.
Dalam rapat kerja bersama Menteri Agama Fachrul Razi, di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu (2/9), Ketua Komisi VIII DPR, Yandri Susanto, geram atas peristiwa yang dinilai melecehkan kitab suci umat Islam tersebut. Untuk itu, ia meminta Fachrul segera mengambil tindakan.
"Pak (Fachrul Razi), beberapa hari lalu ada demonstrasi di Norwegia dan Swedia tentang pembakaran kitab suci Al-Quran. Tentu Kami mengutuk keras dan itu tidak bisa kita toleransi," kata Yandri dengan nada geram.
Untuk Menindaklanjuti peristiwa itu, Yandri meminta Fachrul berkomunikasi dengan duta Besar Norwegia dan Swedia agar membuat permohonan maaf terhadap umat Islam di dunia. Hal itu sekaligus menjaga agar situasi umat beragama di Indonesia tetap stabil.
Yandri Susanto
"Kita harus menjaga kondisi yang stabil dalam negara kita ini supaya tidak ada efek yang bisa membuat konstraksi sosial menjadi berlebihan. Karena itu kita minta mungkin Pak Menteri bisa konunikasi ke dubes Swedia dan Norwegia. Kalaupun nanti ada respons dari umat Islam di Indonesia saya kira tidak ada salahnya duta besar Norwegia dan Swedia minta maaf ke umat Islam," paparnya.
Menanggapi hal itu, Fachrul Razi berjanji akan mengambil sikap atas peristiwa itu. Ia menegaskan harus ada aksi signifikan dalam merespons kasus pembakaran Al-Quran di Norwegia dan Swedia.
"Dengan hormat kami akan tindaklanjuti tentang pembakaran kitab suci Al-Quran pasti kami pasti akan beri langkah-langkah yang paling bijak, tapi tidak menimbulkan gejolak di dalam, tapi memang harus ada reaksi yang cukup signifikan untuk ini," ucap Fachrul.
Diketahui, demonstrasi anti-Islam di ibu kota Norwegia, Oslo berujung pada bentrokan. Demonstrasi ini diwarnai aksi meludahi Al-Quran.
Seperti dilansir media Jerman, DW, Minggu (30/8/2020) kerusuhan di Oslo itu terjadi pada hari Sabtu (29/8) waktu setempat. Insiden ini mendorong pihak berwenang untuk mengakhiri acara lebih awal.