Opini
Oleh Isti Nugroho pimpinan Komunitas Budaya Guntur 49 Jakarta, Dapoer Seni Djogja, dan aktif di INDEMO (Indonesia Democrazy Monitor). pada hari Senin, 19 Okt 2020 - 14:27:02 WIB
Bagikan Berita ini :

Apa Yang Menarik di Hari Senin

tscom_news_photo_1603092422.jpg
Isti Nugroho (Sumber foto : Istimewa)

Hari Senin menjadi hari yang menyebalkan bagi kaum hedonis, borjuis dan para pemalas lainnya. Itu terjadi sebelum ada aturan new normal.

Hari Senin mengakhiri waktu bersenang- senang, Dugem. Setelah berjingkrak-jingkrak di lantai disco sejak week and. Hal itu terjadi sebelum diterapkan aturan protokol kesehatan. Ketika orang tidak ada perintah harus caci tangan sebelum mengerjakan segala sesuatu, memakai masker kalau keluar rumah dan menjaga jarak bila bertemu seseorang.

Sekarang hari Senin tidak dibenci lagi oleh para hedonis di Jakarta. Setelah new normal hari Senin tidak terasa sebagai hari yang menyebalkan. Terutama oleh orang seperti saya. Saya adalah orang yang nir aktivitas. Aktivitas saya tidak ada secara formal dan struktural. Saya tidak berada dalam posisi formal dan struktural. Hidup saya bebas, mau kemana kaki melangkah atau apa yang akan saya lakukan.

Saya bukan hedonis bahkan borjuis, yang membenci hari Senin tapi saya pernah menjadi korban peraturan new normal.

New normal memang sontoloyo, karena saya yang lalai memakai masker, kena hukuman sosial, disuruh menyapu jalanan.

Di siang yang panas, debu bekas terminal bus yang kencang, sapu lidi reges dan petugas minus dialog, memaksa saya harus menjalani sangsi sosial. Karena lalai pakai masker.

Dengan rompi kuning ala pelanggar hukum : pembunuh, perampok, pezinah, bandar ataupun pengedar narkoba serta koruptor paling akbar sekalipun, para pelanggar dikenakan baju orien bajunya para "penjahat", termasuk saya. Apaboleh buat, daripada harus membayar 250 ribu rupiah mengganti uang denda, lebih baik saya menerima hukuman menyapu jalanan.

New normal memang sontoloyo, karena harus menjaga jarak apabila berbincang-bincang dengan lawan bicara, tidak peduli lawan bicara itu perempuan cantik nan sehat seperti dokter Reisa. Kita harus mengenakan master dan menjaga jarak.

Tapi new normal itu kebijakan global internasional. Pastinya sudah digodog secara ilmiah dan dengan pertimbangan kesehatan yang melindungi warga dunia. Maka saya menerima hukuman sosial itu dengan ikhlas. Sebagai orang tua yang baik, musti bertanggung jawab terhadap kelalaiannya.

New normal juga mengimbau bagi semua orang yang tidak penting-penting amat tidak keluar rumah. Selain keluar rumah selalu mengeluarkan ongkos, juga membantu mengurangi kemacetan di Jakarta. Buktinya setelah kebijakan new normal diberlakukan kota Jakarta tidak macet lagi. New normal membantu mengurangi kemacetan kota-kota di seluruh dunia.

Di hari Senin bagi orang tua nir pekerjaan formal, plus kebijakan new normal dan anggota setia partai kantong kosong Indonesia, terasa sama dengan hari-hari lainnya. Lebih lagi di hari Senin ini saya kedatangan tamu ahli politik militer. Dengan suguhan ala kadarnya, obrolan kami tentang rezim militer.

"Bung masih ingat kan, kudeta Jenderal Pinochet di Chile beberapa puluh tahun lalu, itu terjadi karena pertimbangan politik luar negeri Amerika." Katanya memulai obrolannya. "Bukan hanya bahwa Pinochet menerima saran dan dorongan secara terang dari agen intelijen Amerika Serikat (CIA), tetapi dia juga dijamin mendapat dukungan diplomatik AS jika rezim militer dia telah terbentuk. Bahkan nama operasinya untuk menumpas kelompok kaum sosialis mereka namakan "operasi Jakarta", jelasnya. Mirip dengan yang terjadi di Indonesia, " jelasnya dengan semangat.

Waduh, mendengar permulaan obrolannya saja saya sudah mulai berat kepala, walau pun saya terbantu dengan disertasi Arief Budiman tentang kudeta militer di Chile dan film Holliwod yang pernah saya tonton beberapa tahun lalu yang saya sudah lupa judulnya. Tetapi topik tentang rezim militer ini tidak menarik minat saya.

Di hari Senin ini maunya saya bicara tentang Manuver politik Jokowi atau rencana aksi membebaskan dua kawan yang sedang ditahan karena tuduhan melanggar undang-undang ITE. Tetapi tamu saya malah mengajak bicara soal rezim Militer. Kalau saya tanggapi nanti akan sampai juga pada pembicaraan tentang dwi fungsi POLRI sebagai pengganti dwi fungsi ABRI.

Melihat represifnya polisi dalam menangani para demonstran dan tidakkan anhuman aparat dalam menjalankan penangkapan operasi ITE para aktivis pro demokrasi. Pembicaraan pasti akan sampai ke sana.

"Saya lebih tertarik bicara soal politik dalam negeri," bung, timpalku. Maksudnya agar obrolan mengarah pada pembicaraan politik rezim sekarang. Tetapi tamu saya justru terus bicaca meninggi dan meluas tentang politik rezim militer di dunia.

Ternyata yang menarik di hari Senin bagi saya ternyata tidak menarik bagi tamu saya.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #jokowi  #aktivis  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Bina(sakan) Judi

Oleh Ahmadie Thaha (Pengaruh Pesantren Tadabbur al-Qur'an)
pada hari Sabtu, 02 Nov 2024
Bayangkan kita hidup di sebuah negeri di mana kementerian yang seharusnya menjaga moral digital justru terlihat asyik bersenda gurau dengan para pelaku judi online (yang disingkat “judol” ...
Opini

Kerja Besar Bung Pigai : Menjadikan HAM Sebagai Panglima

Lugas dan tegas. Kadang cenderung over confidence. Namun mampu membangun simpati. Itulah kesan mengikuti Menteri Pembangunan HAM Natalius Pigai dalam rapat pertama dengan Komisi XIII DPR RI hari ...