Berita
Oleh Bachtiar pada hari Rabu, 28 Okt 2020 - 20:36:04 WIB
Bagikan Berita ini :

Geram Atas Sikap Presiden Prancis Terhadap Islam, HNW: Lebih Baik Macron Ikuti Peradilan HAM Eropa

tscom_news_photo_1603892164.jpg
Hidayat Nurwahid Wakil Ketua MPR RI (Sumber foto : Istimewa)


JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid, mengecam Presiden Perancis Emmanuel Macron yang tetap membiarkan penistaan terhadap Nabi Muhammad SAW berlangsung di Perancis. HNW pun mengutuk segala kekerasan yang timbul sebagai akibatnya.

HNW sapaan akrabnya menilai alasan Presiden Macron bahwa kartun yang menistakan Nabi Muhammad sebagai bentuk kebebasan berpendapat/berekspresi tidaklah tepat.

Mestinya dalam hal ini Macron lebih mementingkan kemaslahatan umum dengan mengikuti keputusan Peradilan HAM Eropa, yang pada 25/10/2018 sudah menetapkan bahwa penistaan Agama dan tokoh Agama bukanlah bentuk kebebasan berbicara/berekspresi.

Hal itu ditegaskan dengan kasus Nyonya E.S. yang dijatuhi hukuman pidana oleh Pengadilan di Austria karena Nyonya E.S. berulangkali menista Nabi Muhammad dengan penyebutan pedofilia.

Kasus ini kemudian oleh yang bersangkutan dibawa ke Pengadilan HAM Eropa, tetapi permohonannya ditolak oleh Pengadilan HAM Eropa dengan penegasan bahwa penistaan kepada Nabi Muhammad bukanlah bagian dari kebebasan berekspresi.

“Dalam putusannya, Pengadilan HAM Eropa menyebutkan pernyataan bahwa Nabi Muhammad adalah pedofilia merupakan pernyataan yang telah melampaui batas yang diizinkan dari kebebasan berekspresi,” ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (28/10).

Selain itu, lanjut HNW, Presiden Macron juga perlu merujuk kepada kasus Soile Lautsi vs peradilan Italia, dimana Nyonya Lautsi keberatan dengan adanya crucifix (patung salib katolik) dipasang di sekolah umum di Italia.

Permohonan ini pun kemudian ditolak oleh Pengadilan HAM Eropa karena patung salib itu bukan hanya sebagai simbol agama, tetapi juga warisan budaya barat Italia.

HNW menuturkan bahwa berdasarkan putusan Pengadilan HAM Eropa dalam kasus-kasus tersebut seharusnya sudah tidak perlu ada lagi perdebatan soal antara hubungan kebebasan berekspresi dan penistaan terhadap agama/tokoh agama.

Dan bahwa menghormati Agama/Tokoh Agama dari masing-masing pihak. justru akan jadi koreksi terhadap radikalisme dan ekstremisme, dan malah akan hadirkan toleransi ditengah masyarakat plural. Dan sebagai negara hukum, mestinya Macron menghormati dan mengambil kebijakan sesuai dengan putusan Pengadilan HAM Eropa.

“Apalagi, Pengadilan HAM Eropa ini berada di Kota Strassbourg, salah satu kota di Perancis. Dan bila Macron melaksanakan ketentuan-ketentuan dari Pengadilan HAM Eropa, serta berlaku adil dan konsisten, maka ia secara nyata telah menguatkan harmoni antar warga dan antar Umat beragama di Perancis yang bisa berdampak global. Sehingga tidak akan ada reaksi negatif dari individu maupun komunitas Umat beragama Islam. Sehingga Kemlu Perancis juga tak perlu mengiba-iba, meminta tidak ada pemboikotan terhadap produk-produk Perancis,” ujarnya.

Lebih lanjut, HNW yang Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dari Dapil Luar Negri ini juga mengkritik sikap siaran pers Kedubes Perancis di Jakarta yang seakan tidak peka atau malah mengalihkan isu dari akar masalah sebenarnya, yakni dibiarkannya penghinaan terus berlangsung terhadap Nabi Muhammad SAW di Perancis.

Padahal itulah akar masalah yang mestinya dikoreksi oleh Pemerintah Perancis, jangan beralih ke isu lain, atau hanya mempermasalahkan reaksi yang muncul akibat aksi penistaan terhadap Nabi Muhammad SAW yang terus mereka pertontonkan.

“Karena penghinaan Agama/tokoh Agama jelas bukan jenis kebebasan berbicara/bereskpresi, melainkan pelanggaran HAM, sebagaimana disebutkan dalam Resolusi Dewan HAM PBB di Jenewa Swiss pada 26/3/2009, dan hal serupa juga diputuskan oleh Pengadilan HAM Eropa,” ujarnya.

Meski begitu, HNW juga mengutuk keras segala bentuk ekstrimisme dan radikalisme, juga menolak kekerasan atau kejahatan hingga pembunuhan atau tindakan kriminal terhadap perempuan Muslimah, yang terjadi akibat peristiwa itu.

Ia berharap semua pihak dapat menyelesaikan persoalan ini dengan kepala dingin, akal sehat, berbasiskan keadilan hukum dengan merujuk pada ketentuan Dewan HAM PBB maupun Peradilan HAM Eropa, dengan menghindari segala bentuk tindakan rasial, kriminal maupun konfrontasi kekerasan yang bisa berdampak kontraproduktif dalam skala yang lebih luas/besar.

HNW mengapresiasi sikap Pemerintah RI yang sudah memanggil Dubes Perancis, tapi itu belum cukup, seharusnya Pemerintah Republik Indonesia sebagai Anggota Dewan HAM PBB, dan negara demokratis yang mayoritas berpenduduk muslim terbesar se dunia, mestinya dapat berperan lebih aktif/efektif agar masalah ini segera diatasi, agar tidak semakin meluas.

”Pemerintah RI perlu menuntut Macron untuk menghormati keputusan Dewan HAM PBB maupun Pengadilan HAM Eropa yang menegaskan bahwa penistaan Agama/Tokoh Agama bukanlah bentuk kebebasan berbicara/berekspresi, melainkan itu justru bentuk pelanggaran HAM. Mestinya Macron bisa diingatkan agar berlaku rasional dan adil kepada 5 jutaan warganya yang memeluk Islam dan meyakini Muhammad SAW sebagai Nabi yg mereka sucikan,” ujarnya.

HNW menambahkan bahwa warga muslim Perancis merupakan minoritas Islam terbesar di Eropa Barat. Jumlahnya 5 kali lipat dari penganut Yahudi.

Bila Macron ingin mengkoreksi intoleran, radikalisme dan terorisme, serta mementingkan maslahat bagi Perancis dan hubungan dengan Umat Islam dan negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka sangat baik bila Macron dalam semangat menghormati HAM dan kebebasan berekspresi segera menghentikan api pemantik yang menghadirkan masalah yang makin meluas ini, yaitu penghinaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta segera meminta maaf kepada Umat Islam, agar api masalahnya segera padam, sehingga tak ada lagi penghinaan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga hadirlah harmoni antar warga, dan pemboikotan yang ditakuti pihak Perancis tidak terjadi lagi.

“Jangan malah mempolitisasi untuk kepentingan jangka pendek berhadapan dengan politisi sayap kanan Le Pen maupun kelompok rasialis dan radikalis supremasi putih dengan mengorbankan kepentingan Perancis yang lebih besar. Bila Macron ngotot dengan sikap negatifnya itu, maka ia langsung atau tidak langsung ikut menyebarkan disharmoni antar warga dan Islamophobia, yang hanya hasilkan dampak negatif bagi kepentingan Perancis dan reputasi Macron sendiri” pungkasnya.

tag: #emmanuel-macron  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement