JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo atau Romo Benny, mengatakan banyak orang beranggapan dapat bersandiwara di dunia digital karena mereka merasa tidak akan terkena dampak secara langsung.
Hal itu ditandai dari berseliwerannya komentar-komentar bernada cacian yang mengancam dan merusak martabat kemanusiaan. Mereka umumnya sadar apa yang dilakukan. Namun karena identitasnya tersamarkan di dunia maya, mereka pun dapat leluasa mengumbarnya.
Dunia maya, kata Benny, ibarat panggung dengan banyak kesadaran palsu. Sehingga, banyak pula sandiwara yang terjadi di dalamnya.
"Sebenarnya orang bersandiwara menjadi pemberani dan menjadi hero, padahal dalam kehidupan nyataya tidak demikian," kata Benny dalam diskusi bertema "Problem Manusia Digital Indonesia" dalam acara Coffee morning yang diselenggarakan oleh Heartline Network, Kamis (25/11/2020).
Digitalisasi yang tidak mengenal ruang dan waktu membuat orang-orang berkompetisi memperebutkan ruang publik tersebut. Seiring dengan itu, Benny mengatakan budaya dan pemikiran kritis masyarakat semakin terkikis. Padahal, kemajuan teknologi melalui dunia digital membutuhkan sikap kritis dari masyarakat agar tidak terjatuh ke jurang kerusakan.
"Kecanggihan teknologi ini (akhirnya) bukan untuk memajukan bangsa atau membangun peradaban, melainkan menghasilkan produk kontraproduktif," ujarnya.
Di era Digital pula, Benny melanjutkan, banyak figur-figur tertentu yang tiba-tiba muncul bukan karena prestasi dan pemikirannya, tetapi karena intrik sarkasme yang mengejar target dan rating.
"Dunia digital banyak manipulasi dan kepalsuan. Caranya untuk mengatasi ini adalah adanya kesadaran literasi media," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Founder Inovator 4.0, Budiman Sudjatmiko, mengatakan dunia digital membawa fasilitas yang membuat masing-masing orang bisa memainkan peran apapun yang diinginkan.
Ia menuturkan ada tiga hal yang mempengaruhi peradaban dunia di era digital saat ini, yaitu rekayasa atom, rekayasa informasi, dan rekayasa biologi. Dunia digital, kata Budiman, masuk dalam rekayasa infomasi dalam bentuk verbal dan non-verbal yang mampu merubah tindak tanduk manusia.
"Verbal dan non verbal ini bisa memengaruhi laku dan perilaku orang lain. Di dunia media sosial ini salah satu tujuannya adalah menghibur atau tidak," kata dia.
Kehadiran dunia digital tak hanya mengubah perilaku manusia sehari-hari. Menurut Budiman, efek negatif dari kehadiran digital juga mengubah orientasi dan cara pandang manusia terhadap sebuah nilai kehidupan.
"Jika dahulu mencari hal baik, sekarang di dunia digital mencari mana yang menyenangkan dan menghibur," katanya.