JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diminta untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan yang mengirimkan PMI (pekerja migran Indonesia) secara ilegal ke luar negeri.
Pasalnya, ada banyak laporan yang disampaikan masyarakat bahwa pengiriman PMI ilegal semakin hari semakin meningkat. Padahal, saat ini masih diberlakukan moratorium pengiriman PMI ke beberapa negara, khususnya di Timur Tengah.
"Ini memang aneh. Mereka tidak peduli moratorium dan juga pembatasan mobilitas orang akibat Covid-19. Kalau pemberangkatan ilegal ini dibiarkan, bisa sangat berbahaya. Pada titik tertentu, ini bisa TPPO (tindak pidana perdagangan orang)," kata Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay dalam keterang tertulisnya, Rabu (3/2/2021).
Saleh mengatakan, kalau mau dicermati, silahkan diperhatikan di bandara. Setiap Sabtu dan Minggu selalu ada pemberangkatan ke Dubai atau Abu Dhabi dan beberapa negara lain.
"Konon, mereka yang diberangkatkan hanya memiliki visa wisata (ziyarah) dan tiket untuk pergi saja. Hampir dapat dipastikan, mereka berangkat untuk bekerja tetapi pakai modus wisata," ucapnya.
Yang begini yang perlu ditindak tegas, kata ia, UU No. 18/2017 mengamanatkan bahwa setiap PMI wajib mendapatkan pelindungan baik sebelum, semasa, maupun pasca bekerja di luar negeri.
"Sederhana saja, kalau ada orang yang pergi bekerja di luar negeri tanpa prosedur, tanpa dokumen, dan tidak jelas siapa yang bertanggung jawab, patut diduga itu adalah tindakan pelanggaran. Di dalam UU Pelindungan PMI, sanksinya berat dan tegas," ucapnya.
"Saya ingat betul, bahwa semangat dari lahirnya UU No. 18/2017 adalah untuk melindungi PMI di luar negeri. Namun sayang sekali, sampai hari ini belum ada perubahan signifikan yang mereka alami. Bahkan yang ada, justru semakin sulit. Mereka yang mau pergi secara legal tidak diperbolehkan (moratorium), sedangkan yang ilegal malah dibiarkan," tambahnya.
Selain berharap agar Kapolri menjadikan masalah pengiriman PMI non-prosedural sebagai salah satu fokus perhatian, kementerian tenaga kerja juga diminta untuk membuka SPSK (sistem penempatan satu kanal) untuk negara Emirat dan beberapa negara lainnya di Timur Tengah.
Kemenaker diminta untuk menyeleksi secara ketat perusahaan-perusahaan kredibel untuk diberikan tanggung jawab. Perusahaan yang diberi amanah itu harus benar-benar memiliki pengalaman dan tidak pernah melanggar ketentuan dan aturan yang ditetapkan pemerintah selama ini.
"Walau jalur penempatannya ditutup, faktanya tetap saja ada pengiriman. Malah lebih berbahaya. Sebab, pengirimannya dilakukan secara unprosedural. Jumlahnya konon mencapai ratusan bahkan ribuan orang setiap minggu. Banyak aturan yang mereka langgar."
"Kenapa tidak sekalian dibuka saja secara formal, lalu lakukan seleksi secara terbuka. Berikan pelatihan kerja kepada calon PMI-nya dengan baik. Berangkatkan secara formal. Dengan begitu, hak-hak mereka dapat dipenuhi dengan benar," kata ia.
"Apakah bisa diberangkatkan di masa Covid ini? Itu tergantung negara tujuannya. Jika ada job order dan mereka membutuhkan, ya silahkan saja. Jangan dilarang-larang. Sebab, kita di Indonesia juga sekarang kesulitan. Banyak tenaga kerja kita yang di-PHK. Lapangan pekerjaan sulit. Pengangguran makin menumpuk. Kalau ada yang mau bekerja di luar negeri, ya itu bisa jadi salah satu solusi alternatif jangka pendek. Namun sekali lagi, harus aman dan sesuai aturan," tambahnya.