JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Penetapan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah sebagai tersangka sudah semestinya menjadi pintu masuk bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri aliran uang suapnya.
"KPK perlu menelusuri hal tersebut untuk membuktikan apakah ada pihak lain yang turut menikmati uang tersebut, baik individu, atau organisasi seperti partai politik. Jika terbukti, maka pihak-pihak tersebut patut untuk ikut dijerat," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha dalam keterangannya, Senin (1/3/21).
Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah sebagai tersangka atas kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan serta pembangunan infrastruktur di Sulawesi Selatan tahun anggaran 2020-2021.
Selain Nurdin, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya. Keduanya yakni, Sekretaris Dinas (Sekdis) PUPR Sulawesi Selatan, Edy Rahmat (ER), selaku pihak yang diduga sebagai perantara suap sekaligus orang kepercayaan Nurdin Abdullah dan seorang kontraktor, Agung Sucipto (AS) selaku pemberi suap.
Egi menilai penelusuran tersebut menjadi penting mengingat biaya politik dalam kontestasi pemilu di Indonesia teramat mahal. Untuk menutupi kebutuhan pemilu, kandidat pejabat publik seperti kepala daerah kerap menerima bantuan dari pengusaha.
"Kandidat juga perlu memberikan mahar politik kepada partai politik. Sehingga saat menjadi pejabat publik, ia akan melakukan berbagai upaya untuk melakukan “balas budi” ataupun memfasilitasi permintaan dari pihak-pihak tersebut. Upaya tersebut diantaranya adalah praktik-praktik korupsi," ungkapnya.
Selain suap dari Agung Sucipto, KPK menduga Nurdin juga menerima uang atau gratifikasi dari kontraktor lainnya. Nurdin diduga menerima gratifikasi dari kontraktor lainnya sebesar Rp3,4 miliar yang berkaitan proyek di Sulsel.
Nurdin dan Edy pihak yang diduga penerima suap serta gratifikasi disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, Juncto Pasal 55 ayat ke 1 KUHP.
Sedangkan Agung yang diduga sebagai pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.