Berita
Oleh Rihad pada hari Tuesday, 08 Jun 2021 - 14:59:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Tidak Boleh Lagi Mempertentangkan Pancasila dan Al Qur'an

tscom_news_photo_1623136267.jpeg
Wapres Ma'ruf Amin (Sumber foto : ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Wakil Presiden Ma"ruf Amin meminta agar tak ada pihak manapun yang memerintahkan atau memaksa seseorang untuk memilih antara Pancasila atau Al-Quran. Ma"ruf menyebut Pancasila dan agama tak boleh dipertentangkan satu sama lain. Hal itu disampaikan Ma"ruf saat menghadiri peluncuran buku karyanya berjudul "Darul Misaq: Indonesia Negara Kesepakatan" yang digelar di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Senin (7/6). Acara tersebut juga merupakan rangkaian kegiatan Dies Natalis ke-57 UNJ.

"Kita tidak boleh mempertentangkan Pancasila dan agama, atau perintah memilih Pancasila atau Al-Quran," ujar Ma"ruf.

Pada dasarnya, menurut Ma"ruf, hubungan antara Islam dan negara sudah selesai diperdebatkan oleh para pendiri bangsa (founding fathers). Mereka telah menerima konsep ideologi Pancasila yang digunakan Indonesia. Selain itu, kelima sila yang terkandung di dalam Pancasila sudah cukup menggambarkan bagaimana Indonesia mencintai dan menghormati segala bentuk ajaran agama.

"Pancasila sebagai dasar negara, yang telah disepakati oleh Bapak Bangsa tersebut, tidak bertentangan dengan Islam, karena kelima sila dalam Pancasila itu sesuai dengan ajaran agama. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, bahkan secara eksplisit menunjukkan, bahwa negara Indonesia adalah negara yang beragama dan menghormati keberadaan agama," ucap Ma"ruf.

Akan tetapi, Ma"ruf menilai, kesepakatan tersebut perlahan mulai luntur sejalan dengan segelintir pihak yang menginginkan agar Indonesia menjadi negara Islam seutuhnya.

"Rupanya sebagian umat Islam pada saat ini masih belum cukup puas dengan penjelasan itu dan bahkan ada juga menolaknya. Di antara gerakan-gerakan itu tidak hanya menolak negara Pancasila, tetapi juga menggunakan cara kekerasan atau teror dalam perjuangan mereka atas nama jihad untuk mewujudkan negara Islam atau negara khilafah," ungkap Ma"ruf.

Kelompok ini muncul karena dipengaruhi adanya gerakan Islam transnasional. Ada pemahaman yang kaku terhadap isi Al-Quran sehingga memunculkan tindakan yang terbilang intoleran. "Ideologi perjuangan yang intoleran dan disertai kekerasan ini dipengaruhi oleh gerakan-gerakan Islam transnasional. Ideologi transnasional yang keras itu memang tidak terlepas dari pemahaman mereka terhadap teks-teks Al-Qur’an dan Hadits secara literal dan kaku," ungkap Ma"ruf.

"Sehingga mereka memiliki sikap yang intoleran dan radikal, bahkan sebagian mereka memiliki sikap ekstrem dan pengkafiran terhadap kelompok lain yang berbeda," lanjut dia.

Oleh sebab itu, Ma"ruf menganggap perlu implementasi dari ajaran wasathiyyah atau moderasi dalam beragama antara satu warga negara dengan yang lain untuk saling memahami bahwa perbedaan adalah hal lumrah. Sehingga tak perlu lagi ada narasi untuk memilih antara Pancasila dan Al-Quran.

Tes KPK

Pernyataan tentang Pancasila dan Al Qur"an muncul dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap karyawan KPK. Pertanyaan ini mendapatkan sorotan masyarakat.

Guru besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra menyebut Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status pegawai Komisi Pemberantasan Hukum (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melecehkan agama.

"Kenapa menyimpang? Karena isinya banyak mengandung pelecehan. Pelecehan terhadap agama. Mempertentangkan Alquran dengan Pancasila misalnya," ucap Azyumardi dalam Mata Najwa yang disiarkan oleh Trans7, Rabu (2/6).

Menurut Azyumardi, Alquran dan Pancasila tidak bisa dipertentangkan. Sebab, keduanya mempunyai posisi yang berbeda. Dengan demikian, kata dia, Alquran dan Pancasila tidak bisa dihadapkan menjadi suatu pilihan. "Karena posisinya beda. Keduanya bisa diterima," ujarnya.

tag: #agama  #al-quran  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement