Profil
Oleh Haji Abdul Rahman Asso Putra Asli Wamena Papua pada hari Sabtu, 12 Jun 2021 - 17:41:44 WIB
Bagikan Berita ini :

Part I Sekelumit Kisah Inspiratif Dari Seorang Muslim Pedalaman Papua: Menjadi Muslim di Papua Penuh Perjuangan dan Tantangan

tscom_news_photo_1623494504.jpg
Haji Abdul Rahman Asso Putra Asli Wamena Papua (Sumber foto : Haji Abdul Rahman Asso)


A. Awal Berjuang Dalam Belajar
Semenjak MI (Madrasah Ibtidaiyyah) kelas 3 saya jarang tidur dipangkuan kedua
orang tua bahkan tinggal bersamapun tidak, saya dititipkan disebuah Asrama yang ada di Sekolah oleh kedua orangtua karena jarak dari rumah ke Sekolah sangat jauh serta
harus turun gunung naik gunung dan melintasi sungai-sungai.

Terlebih ketika hujan
deras, jalan hanya setapak. Samping kanan kiri semak belukar yang diselimuti
embun pagi dan pepohonan dan semak belukar yang rindang membuat baju dan
celana basah guyub,
Sesampainya di sekolah kadang tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik karena
selain seragam sekolah basah juga udaranya sangat dingin meresap sampai ke sum-
sum tulang.

Sebelum masuk kelas, terlebih dahulu harus mengeringkan pakaian yang basah terlebih baru masuk kelas, ketika masuk kelas bagi yang terlambat harus nyicipi kerasnya rotan yang sudah disediakan oleh wali kelas, ampun pak guru... saya tidak
akan terlambat lagi sambil meneteskan air mata.

Seandainya pak guru mengetahui kerasnya alam yang terjang, naik gunung turun gunung, jalan yang tidak memadai
penuh dengan lumpur dan bebatuan serta melewati beberapa derasnya arus sungai,
maka pak guru pasti tidak akan menaruh rotan dikulit sampai saat ini berbekas.

Oleh sebab itu, Semenjak kelas 3 (tiga) saya memutuskan tinggal di Asrama yang
jaraknya tidak jauh dari sekolah, Kira-kira jarak dari Asrama menuju ke Sekolah
sekitar 10 (sepuluh) Meter.

Semenjak di Asrama saya dapat mengalami perkembangan yang cukup baik dengan
mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Pengasuh Asrama tersebut, diantara
kegiatan yang dimaksud adalah: Sholat berjamaah, Mengaji setelah Sholat Magrib,
dan mengkuti group musik Qosidah yang diasuh oleh seorang Ustazah asal malang
(Jawa Timur) yaitu ibu Sulastri beserta suaminya Almarhum Subadio.


Di Atas Ibu Guru Asal Malang Bersama Suaminya
Diluar kegiatan wajib Sekolah maupun Asrama saya sering bantu ibu dan pak guru
mencucikan pakaian kotor dan piring kotor, serta nyapu halaman Rumah serta Asrama, Gembala Kambing selama berada di Asrama jarang sekali pulang kerumah orangtua, paling sebulan satu kali atau dua kali setiap hari minggu, itu-pun tidak
menginap dan harus balik ke asrama karena hari Senin harus Sekolah.

Suasana Santri Sedang Berselvi Pose Halaman Masjid Asrama
Seiring berjalannya waktu saya lulus Sekolah Madrasah Ibtidaiyah dari Asrama ini
pada tanggal 21 Mei 1997. Dan kemudian tidak sampai disitu, saya harus hijrah untuk
melanjutkan Sekolah tingkat lanjut SMP dipusat kota Wamena sekitar jarak tempuh
10 KM dari tempat belajar sekolah dasar.

Setelah mendapatkan informasi penerimaan siswa baru untuk Sekolah tingkat lanjut (SMP) saya memutuskan untuk daftar disalah satu Sekolah formal ternama di Kota Wamena tersebut yang merupakan pusat dari tempat saya belajar Sekolah Dasar yaitu YAPIS. Dan kemudian saya bersama beberapa teman saya daftar di Sekolah tersebut dan syukur Alhamdulillah, dinyatakan lulus oleh panitia penyelenggara ujian penerimaan siswa baru.

Dari situ saya memutuskan tinggal disebuah gubuk kecil yang terbuat dari potongan-potongan kayu
dan dindingnya dari rotan atau kami orang Wamena sering sebut dengan lokop.

Perjuangan baru dimulai lagi dari awal, Harus beradaptasi dengan lingkungan kota yang serba ada juga banyak orang pendatang serta guru-guru semua orang luar Papua, untungnya orang-orang dilingkungan tersebut ramah-ramah dan juga dekat dengan Masjid Agung Baiturahman Wamena.

Potret Masjid Agung Baiturahman Wamena
Disini sambil sekolah saya berinteraksi dengan guru-guru yang sangat istimewa bagi
saya dan orang-orang dilingkungan setempat dan sering aktif Sholat jama’ah di Masjid tersebut dan aktif juga dalam kegiatan “Remaja Masjid Agung Baiturahman Wamena”
serta melibatkan diri dalam aktifitas yang berkaitan dengan Masjid, mulai dari bersih-
bersih halaman, cuci karpet Masjid, ngepel lantai Masjid dan saya dengan beberapa
teman sering azan jika waktu sholat tiba.

Alhamdulillah, Walaupun saya jauh dari orang tua biaya hidup saya dimudahkan oleh Allah SWT. Selain beraktifitas di Masjid diluar jam Sekolah saya hampir setiap pagi setelah Sholat Subuh sebelum bel Sekolah 3
berbunyi saya menyuci piring dan pakaian Imam Masjid tersebut yaitu Ustad Ramlan
beserta kelurganya, syukur Alhamdulillah, saya sangat merasa tertolong biaya hidup
selama Sekolah dan juga makan sekalian di rumah Imam masjid tersebut.
Dan juga oleh pihak Sekolah diikutkan cerdas cermat yang diadakan oleh LIPI
bekerja sama dengan Sekolah dan Alhamdulillah saya meraih juara 1 (satu) beasiswa
LIPI yang setiap bulan saya menerima uang dari Sekolah dalam bentuk beasiswa
selama 2 (dua) tahun.


B. Pindah Sekolah
Setelah mengikuti ujian kenaikan kelas 2 (dua) awal tahun 1999 ada rekan kerja Imam
Masjid tersebut hendak pindah dinas ke Pengadilan Agama Kecamatan Sentani
Jayapura, lalu saya diminta ke orangtua kandung dan bapak Imam tersebut untuk di
Sekolahkan di Jayapura sekalian mau dijadikan sebagai anak angkat oleh bapak
tersebut.
Bapak tersebut bernama Drs. Ahmad Sidiq, waktu itu jabatan beliau sebagai Hakim
Pengadilan Agama dan Istrinya sebagaia Panitra.

Sesampainya di Jayapura (Sentani) awal tahun 1999 saya di Sekolahkan olah bapak Drs. Ahmad Sidiq di YPKP
“Yayasan Pondok Pesantren Karya Pembangunan” Sentani sampai lulus SMP di
Sekolah tersebut.

Sekolahnya di Pondok Pesantren tapi diminati oleh mayoritas non
Muslim, memang kedengarannya sangat aneh tapi begitulah kenyataannya sekolah-
sekolah Islam yang ada di Indonesia Timur baik Papua maupun Papua Barat.
Bapak Drs. Ahmad Siddiq. Sebagai Orang Tua Angkat

C.Peristiwa Pahit di Sekolah Baru Yang Tak Pernah Saya Lupakan
Dalam masa sekolah, ada peristiwa pahit mungkin tidak akan pernah saya lupakan
seumur hidup, sekitar bulan Februari tanggal 16 tahun 1999 saya mengalami nasib
yang sangat buruk dilingkungan YPKP Sentani.

Waktu itu saya baru saja pindah
sekolah dari Wamena ke sekolah SMP yang ada di lingkungan Yayasan YPKP ini, karena diketahui bahwa saya orang baru dan murid baru serta karena saya seorang Muslim juga gemar bergaul dengan kawan-kawan muslim Pendatang lainnya.
Akhirnya ada beberapa murid tidak suka dengan keberadaan saya di sekolah itu
karena saya seorang muslim asli pribumi tapi katanya sok pendatang karena bagi mereka Agama Islam itu identik dengan Agama orang Kulit putih dan dan Rambut lurus.

Setelah pulang Sekolah disore hari berbagai gangguan fisik dilancarkan ke saya seusai
pulang Sekolah selama 2 minggu lamanya. Mereka sengaja cari gara-gara supaya saya
marah, tapi waktu itu pantang buat saya untuk marah karena berbagai faktor
pertimbangan.

Setelah 2 minggu tepatnya hari Juma"at, tanggal 16 Februari 1999. Seusai sholat
Juma"at saya bergegas berangkat Sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari
Sekolah.

Sesampainya di kelas ada 2 teman kelas yang membujuk saya kalau setelah
istirahat nanti kamu mau dikeroyok oleh preman-preman yang sangat ditakuti di kota
Sentani ini.

Saya senyum dan diam sambil dalam hati minta pertolongan pada Allah SWT. Setelah
istirahat, Benar-benar terjadi yang dibisikan oleh 2 (dua) orang yang merupakan teman kelas tadi.

Masya Allah, 12 orang pereman datang dibelakang dinding Sekolah itu dan diantara
mereka ada yang melemparkan suaranya bahwa yang namanya Muhammad harus
keluar dari dalam kelas, tetapi saya tidak angkat pantat dari kursi belajar saya, tidak
lama kemudian 2 orang bergegas masuk dalam kelas ditempat saya berada.

Lalu 2 orang tersebut memegang kedua tangan saya lalu ditarik keluar ruangan dan dibawa
ke ujung gedung Sekolah. Di situ, saya diintrogasi habis-habisan oleh mereka dari hal
yang paling kecil sampai yang besar dan semuanya mereka bawah benda tajam. Getar
hatiku.

Tapi saya tetap ingat Allah serta minta kekuatannya jika terjadi apa-apa. Dalam percakapan saya dengan preman-preman ini.

Pertanyaan mereka yang
membuat saya sakit hati adalah soal perbedaan kultur Agama pribumi dan pendatang
dan sempat mengeluarkan satu kata yang bagi mereka alasan untuk menghilangkan
nyawa saya.

Pria yang disebelah kanan nodong rotan yang dipegangnya pas ditelinga kanan, dan
yang pria yang kiri saya meletakkan samurainya ditengkuk leher saya dengan sangat keras.

Sekilas saya reflek dan dan menyebut Asma Allah berulangkali
Alhamdulillah leherku aman dari irisan samurai ganas dan irisan dari golok-golok
lainnya. Seketika itu suasana Sekolah jadi ramai. Guru-guru pada berdatangan.

Bersambung...

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Profil Lainnya
Profil

Nata Irawan, Anak Pasar yang Pernah Jadi Pj. Gubernur

Oleh Aris Eko
pada hari Jumat, 15 Sep 2023
TEROPONG SENAYAN-- Lahir dari orang tua asal pelosok desa di Lampung dan lekat dengan kehidupan keras di pasar di Jakarta bukan menjadi halangan bagi remaja Nata Irawan meniti karir dan kehidupan. ...
Profil

Forum FIP-JIP dan Peta Jalan Pendidikan 318

Pada 9-11 November 2021, Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan Forum Fakultas Ilmu Pendidikan dan Jurusan Ilmu Pendidikan (FIP-JIP) dari seluruh Lembaga Pendidikan ...