Opini
Oleh Gde Siriana Yusuf pada hari Thursday, 29 Jul 2021 - 17:54:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Pertumbuhan Ekonomi ditentukan Efektifitas PPKM dan Vaksinasi

tscom_news_photo_1627487169.jpeg
Gde Siriana Yusuf (Sumber foto : Istimewa)

Prediksi IMF ttg pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 sangat mungkin jadi nyata, dan itu artinya Sri Mulyani harus turunkan lagi asumsi pertumbuhan yang dipakai dalam APBN, yaitu batas atas 4,5% menjadi 4,1% karena IMF pun turunkan ke angka 3,9% dari sebelumnya 4,3%.

Prediksi IMF per Juli 2021, pertumbuhan Indonesia jauh di bawah India, Brazil, Malaysia dan Filipina. Indonesia sama dengan Pakistan.

Koreksi IMF ini tentu berkaitan dengan pandemi Covid19 yang melonjak kembali di Indonesia. Tapi bagaimana pemerintah Indonesia mengendalikan pandemi, yang tentu itu berkaitan dengan dampaknya pada ekonomi, menjadi bagian dari analisa dalam proyeksi IMF.

Cara pemerintah Brazil dan India, yang sama dengan Indonesia mengalami lonjakan kasus baru akibat varian delta, menjadi kunci bagi ekonomi mereka bangkit kembali. Pukulan terhadap ekonomi akibat pandemi, bukan berarti kebijakan pengendalian pandemi menjadi setengah-setengah demi buru-buru gerakkan ekonomi lagi. Padahal pandeminya sendiri belum tuntas dan terkendali.

Secara umum, keberhasilan pengendalian pandemi akan ditentukan pada efektifitas pembatasan mobilitas warga dalam waktu tertentu secara ketat, disertai testing, tracing, tingkat penularan, tingkat kematian dan program vaksinasi yang memenuhi jumlah minimal sesuai mandatory WHO.

Dalam hal pembatasan mobilitas, pemerintah Jokowi justru melonggarkan PPKM Darurat secara dini, tanpa mempertimbangkan indikator yang belum terpenuhi, misalnya jumlah testing, rasio kematian, dan rasio penularan.

Jokowi hanya menyampaikan BOR yang menurun, padahal itu belum diteliti lebih dalam apakah disebabkan makin banyak orang yang Isoman di rumah karena tidak percaya atau takut tidak dapat rumah sakit.

Angka kasus yang menurun jelang PPKM Darurat berakhir, disebabkan karena spesimen juga berkurang. Alhasil, kasus baru naik lagi di awal diberlakukannya pelonggaran dalam PPKM L-4, yang bersamaan dengan spesimennya juga bertambah.

Efektifitas pembatasan mobilitas warga juga akan ditentukan oleh adanya bantalan sosial yang dibutuhkan warga selama mobilitasnya dibatasi. Karena itu bantalan sosial ini tidak boleh terlambat, harus terdistribusi sebelum kebijakan pembatasan mobilitas warga diberlakukan. Jika tidak disertai bantalan sosial, maka kepatuhan warga akan rendah dan tentunya pengetatan mobilitas tidak efektif menurunkan penularan Covid19.

Kedua, adalah alokasi anggaran untuk pembelian vaksin, dan anggaran untuk pelayanan kesehatan. Brazil misalnya, yang anggarkan pembelian vaksin 2021 lebih dari Rp.56 Triliun utk penduduknya yang berjumlah sekitar 211 juta. Bandingkan dengan Indonesia yang anggarkan Rp.59,3 T untuk penduduknya yang berjumlah sekitar 271 juta. Seharusnya anggaran vaksin Indonesia sekitar Rp.71 T. Anggaran ini akan menggambarkan kesanggupan pemerintah dalam menghadapi lonjakan kasus berikutnya.

Ketiga, adalah efektifitas dalam anggaran. Misalnya pembelian vaksin, kapan datangnya dan tentunya kecepatan realisasi vaksinasinya, apa merek vaksinnya, ini akan menentukan keberhasilan dalam penanganan pandemi.

India misalnya, dapat susun anggaran $4,8 Milyar (sekitar Rp.69,3 T) untuk target 2x vaksinasi untuk 590 juta warga. Ini sangat efisien.

Efisiensi anggaran di tengah pandemi ini penting agar optimal. Tidak optimal jika salah beli merek vaksin yang efikasi rendah atau ada benturan kepentingan.

Dalam hal efikasi, India gunakan vaksin yang lebih dulu masuk dalam daftar vaksin WHO seperti Covishield, Moderna, termasuk merek lokal Biological-E. Begitu juga Brazil gunakan Astrazeneca, Pfizer dan Moderna. Brazil ijinkan gunakan Sinovac untuk masa darurat, tetapi untuk booster Brazil hanya ijinkan 2 merek yaitu Pfizer dan Astrazeneca.

Dalam hal efisiensi, anggaran pembelian vaksin sangat berpotensi terjadi benturan kepentingan, yang sudah juga disampaikan KPK-RI.

Contoh di Brazil, pengadilan sedang menyelidiki dugaan korupsi dalam pembelian vaksin yang melibatkan presiden Bolsonaro. Seharusnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan dapat meneliti lebih dalam kewajaran dalam harga pembelian vaksin Sinovac, yang dalam hal efikasi juga lebih rendah dari vaksin lainnya yang dibeli indonesia. Bahkan media Reuters baru-baru ini memberitakan bahwa antibodi akan menurun dalam waktu 6 bulan setelah 2x vaksinasi Sinovac.

Singapura juga dapat dijadikan benchmark harga vaksin. Misalnya harga vaksin mandiri harganya Rp.108 ribu. Bandingkan dengan vaksin mandiri di Indonesia, yang akhirnya dibatalkan pemerintah, yang capai Rp.321.000.

Realisasi pembayaraan pembelian vaksin sekitar Rp.10T bukan uang yang sedikit. Maka jika menkeu SMI dapat melakukan efisiensi dengan menjaga efikasi yang tetap tinggi, akan menjadikan efektifitas anggaran sebagai salah satu kunci sukses penanganan Pandemi Covid19. Untuk keputusan pembelian vaksin barangkali membutuhkan suatu Dewan Vaksin Nasional. Jangan sampai terjadi korupsi ala bansos juga terjadi pada pembelian vaksin dan vaksinasinya.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #ppkm-darurat  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Analisis Komprehensif: Reformasi dan Harapan Baru di Era Presiden Prabowo

Oleh Tim Teropong Senayan
pada hari Jumat, 27 Des 2024
1. Kapasitas APBN: Peluang dan Tantangan APBN 2025 diperkirakan akan menghadapi tekanan besar, terutama dari aspek pembiayaan dan prioritas alokasi. Beberapa tantangan utama mencakup: 1. Beban ...
Opini

PPI: Reformasi dan Harapan Baru di Era Presiden Prabowo

Jakarta – Ketua Umum Poros Pemuda Indonesia (PPI), Muhlis Ali, menegaskan bahwa perjalanan reformasi Indonesia sejak 1998 telah mencapai banyak kemajuan, tetapi masih menyisakan berbagai ...