JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Pemerintah RI dan Prancis telah menandatangani Persetujuan Kerja sama Pertahanan/Defence Cooperation Agreement (DCA) di Paris, pada 28 Juni 2021 untuk memperkuat dan memperluas cakupan kerja sama pertahanan.
Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah memesan 42 pesawat tempur dari Prancis. Pemerintah juga membeli dua kapal selam jenis Scorpene dari Prancis.
Pembelian ini merupakan bagian kerjasama penelitian dan pengembangan PT PAL, perusahaan yang bergerak di industri galangan kapal dengan Naval Group. Termasuk juga kesepakatan kerjasama pemeliharaan, perbaikan, dan overhaul pesawat tempur buatan Prancis di Indonesia melalui Dessault dan PT Dirgantara Indonesia. Pemerintah juga menandatangani nota kesepahaman di bidang telekomunikasi serta pembuatan amunisi kaliber besar.
Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta menekankan agar kerjasama pertahanan dengan ditandai pembelian sejumlah alutsista seperti pesawat tempur dan kapal selam dari Perancis mesti dibarengi dengan peningkatan industri pertahanan dalam negeri.
"Pembelian 42 pesawat tempur dan alutsista lainnya itu merupakan bagian dari rencana penguatan alutsista kita dalam rangka pemenuhan target Minimum Essential Forces (MEF). Kita berharap pembelian ini diikuti dengan penguatan industri pertahanan dalam negeri," ujar Politikus PKS itu dalam keterangan tertulis, Minggu (13/02/2022).
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menjelaskan sesuai dengan amanat UU RI No. 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, setiap pembelian alutsista dari luar negeri harus diikuti dengan transfer teknologi.
"Mengingat pembelian ini jumlahnya banyak, kami berharap transfer teknologi ini direncanakan dengan baik, rinci, dan matang, tidak asal-asalan. Apalagi biaya yang mencapai Rp. 68 triliun bukanlah jumlah sedikit, terlebih kita semua sedang menghadapi pandemi yang juga membutuhkan biaya besar untuk pemulihannya," tandasnya.
Bahkan, Sukamta melanjutkan, seharusnya ada sebagian pesawat tempur nantinya yang bisa diproduksi di Indonesia.
"Kita sudah memiliki PT Dirgantara Indonesia (sebelumnya IPTN) yang sudah dilibatkan dalam kerjasama dalam pembuatan KIX/ KFX. Ini menjadi modal awal yang bagus," ujarnya.
Menurutnya, jika ada sebagian dari batch pesanan itu yang dibuat di PT DI, tentu akan menjadi lompatan luar biasa dalam akuisisi teknologi pesawat tempur.
"Semoga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memasukkan strategi tersebut dalam kerjasama jual-beli pesawat dan lainnya tersebut. Banyak negara lain yang bisa memberikan skema itu, sehingga dipilihnya pembelian pesawat dari Perancis ini menjadi langkah penting dan strategis bagi kepentingan pertahanan negara secara lebih luas," ujar doktor jebolan Inggris ini.
Diberitakan juga Amerika Serikat telah menyetujui penjualan 36 unit pesawat tempur F-15 kepada Indonesia senilai USD 14 Miliar atau sekitar Rp. 200 triliun. Ini masih dalam tahap negosiasi.
"Karena itu, penting sekali lagi kami tekankan pemerintah harus serius dalam keberpihakannya memajukan industri pertahanan dalam negeri. Anggaran sebesar itu bisa untuk menstimulus industri pertahanan kita, jangan beli-beli terus orientasinya, itu sama saja menumbuhkan ekonomi bangsa lain. Belanja alutsista dengan anggaran cukup besar begini harus matang juga jangan sampai muncul security dilema yang memicu arm race (perlombaan senjata) negara lain, karena dapat dipastikan pengadaan alutsista dalam jumlah besar akan menimbulkan detterent effect bagi negara-negara lain," tegas wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini.