Berita
Oleh Bachtiar pada hari Kamis, 17 Feb 2022 - 20:05:27 WIB
Bagikan Berita ini :

Demi Keadilan dan Efek Jera, HNW Dorong Jaksa Ajukan Banding Atas Vonis Herry Wirawan

tscom_news_photo_1645103127.jpg
Hidayat Nurwahid Wakil Ketua MPR RI (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid mendorong agar jaksa penuntut umum mengajukan banding atas vonis penjara seumur hidup yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Herry Wirawan pelaku pemerkosa 13 santriwati.

”Demi keadilan dan agar menimbulkan efek jera dan bukti nyata keseriusan bersama berantas kekerasan dan kejahatan seksual termasuk terhadap anak-anak, serta keberpihakan kepada para korban, maka hendaknya Jaksa yang tuntutan-tuntutannya sangat diapresiasi publik, tapi tidak menjadi vonis Hakim, perlu mengajukan banding. Agar keadilan hukum, serta keseriusan pemberantasan kejahatan seksual, serta keberpihakan kepada korban, dapat benar-benar diperjuangkan dan diwujudkan,” tegasnya.

Hidayat karib disapa HNW menilai, vonis penjara seumur hidup tersebut juga tidak memenuhi rasa keadilan.

"Karena hanya dijatuhi hukuman seumur hidup, tanpa pemberatan dengan dikebiri, dan tanpa penyitaan harta untuk diberikan kepada para korban. Itu semua juga tidak sesuai dengan tuntutan maksimal jaksa yaitu hukuman mati dengan pemberatan dikebiri dan penyitaan harta untuk diberikan kepada para korban," tandasnya.

Tak hanya itu, HNW juga menyesalkan sikap Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang menerima vonis hakim tersebut. "Padahal vonis itu tidak sesuai dengan sanksi maksimal dalam UU Perlindungan Anak," ujarnya.

Kendati demikian, HNW mendukung sikap Gubernur Jabar Ridwan Kamil, yang mendorong agar Jaksa mengajukan banding atas vonis penjara seumur hidup terhadap Herry Wirawan.

“Sangat disayangkan, ditengah makin maraknya kekerasan dan kejahatan seksual termasuk terhadap anak-anak, dan keseriusan Pemerintah dan DPR untuk segera mengundangkan RUU TPKS, tetapi hakim tidak menjatuhkan vonis maksimal sesuai tuntutan-tuntutan jaksa. Padahal kejahatan seksual yang dilakukan oleh terpidana sangat mendapat perhatian publik. Apalagi kalau merujuk pada Pasal 81 ayat (1-5)jo. Pasal 76 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah terakhir kali melalui UU No. 17 Tahun 2016, kejahatan seksual yang dilakukannya sangat biadab dan sangat layak mendapatkan sanksi hukum maksimal hingga hukuman mati, dengan pemberatannya, karena jumlah korban lebih dari 1, malah 13,” ungkapnya.

Apalagi, lanjut HNW, kejahatan yang dilakukan Herry Wirawan berulang-ulang sejak 2016 sampai 2021, dan kejahatannya mengakibatkan dampak yang serius kepada para korban bahkan 9 diantaranya hingga melahirkan.

“Oleh karena itu, sikap majelis hakim yang tidak memberlakukan hukuman mati sebagaimana tuntutan Jaksa melainkan cukup dengan hukuman seumur hidup, dengan alasan keadilan bagi korban, malah tidak bisa memenuhi keadilan untuk para korban sesuai ketentuan dalam UU Perlindungan Anak yang masih berlaku,” tukasnya.

Menurut HNW, vonis seumur hidup yang dijatuhi oleh majelis hakim, bahkan tidak diperberat dengan hukuman kebiri, juga penyitaan harta sebagai kepedulian terhadap para korban yang juga telah tersedia dalam instrumen hukum Indonesia, adalah vonis yang tidak memenuhi keadilan publik.

“Padahal, baik hukuman mati, hukuman kebiri, penyitaan harta adalah legal dan sangat dimungkinkan oleh UU yang berlaku di Indonesia, yaitu UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah terakhir kali melalui UU No. 17 Tahun 2016 dan yang bersangkutan sangat layak dijatuhi hukuman yang berlaku di negara hukum Indonesia,” tuturnya.

“DPR dan Pemerintah sudah bekerja keras untuk menghentikan kekerasan dan kejahatan seksual, antara lain dengan menghadirkan UU Perlindungan Anak dengan berbagai perubahannya, dengan mencantumkan ketentuan hukuman mati dan pemberatan hukuman termasuk dengan kebiri kepada predator seksual terhadap anak, dan keberpihakan kepada para korban. Sangat sayang sekali apabila kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, apalagi aparat penegak hukum, terutama majelis hakim, tidak mendorong serta menggunakan sanksi dan ketentuan maksimal yang menjadi tuntutan Jaksa untuk membuktikan keseriusan dalam penegakan hukum berkeadilan, serta mengatasi kejahatan dan kekerasan seksual yang makin mengkhawatirkan, dan untuk hadirkan vonis hukum yang berpihak kepada korban dan menimbulkan efek jera agar Indonesia terbebas dari bahaya predator seksual terhadap anak,” tambahnya.

tag: #pelecehan  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement