JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Sejumlah Politisi Senior dan Akademisi melaksanakan diskusi terbatas bertema "Wacana Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden" di bilangan Duren Tiga Pancoran Jakarta Selatan, Minggu (27/2/2022) malam.
Mereka berpandangan, bahwa wacana penundaan pemilu 2024 yang dilontarkan oleh sejumlah Ketua Umum Partai Politik terkesan Indonesia telah mengalami krisis keteladanan dan krisis negarawan.
Selain mengkhianati konstitusi, usulan penundaan Pemilu dan perpanjangan jabatan Presiden tersebut juga dinilai dapat mengancam kehidupan demokrasi yang akan menyengsarakan rakyat dan menghancurkan kehidupan negara bangsa.
Menurut mereka, cara ugal-ugalan elit partai tersebut tidak ada landasan logika yang kuat, kecuali didorong oleh nafsu tamak dan ingin terus menikmati kekuasaan tapi dengan merampas dan menginjak injak cita cita rakyat Indonesia untuk hidup berkonstitusi dan demokratis.
Akal akalan ini, bisa membawa konsekwensi politik dan sejarah buruk yang akan diwariskan oleh elit indonesia, justru akan menimbulkan ketidakpastian kehidupan tatanegara kita, kacau balau dan akhirnya akan menimbulkan krisis politik, bahkan akan menjerumuskan Pemerintahan Jokowi berjalan secara ilegal.
Selain itu, atas keputusan bersama DPR RI, pemerintah dan KPU RI, pemilu sudah ditetapkan pada 14 pebuari 2024. Dapat juga ditambahkan bahwa salah satu cita cita reformasi 1998, adalah untuk menghentikan pemerintahan otoriter, karena itu tidak ada opsi atau ruang untuk menunda pemilu dengan cara apapun. Jabatan presiden paling lama cukup 2 priode. Jangan mengulangi sejarah buruk seperti pemeritahan sebelumnya yang otoriter dan bergelimang dengan korupsi.
Diketahui, dalam acara diskusi tersebut dihadiri oleh Bursah Zarnubi yang merupakan mantan anggota DPR/PBR, Ariady Achmad, mantan anggota DPR/Golkar, Sayuti Asyathri, mantan anggota DPR/PAN, dan Gamari Sutrisno, mantan anggota DPR/PKS.
Selain itu hadir juga akademisi dari Universitas Paramadina Herdi Sahrasad, Praktisi Hukum Umar Husin, serta Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan. Dari kalangan pemuda hadir yaitu Ketua Umum PB Pemuda Muslimin Indonesia Muhtadin Sabili, Mantan Ketum GMKI Korneles Galanjinjinay, dan Ketum DPP GEMA Mathlaul Anwar Ahmad Nawawi.
Dalam pengantar diskusi, Bursah Zarnubi menekankan bahwa peta jalan demokrasi Indonesia telah susah payah dibangun bersama sejak masa reformasi. Dia menyayangkan jika bangunan demokrasi dalam konstitusi yang merupakan kesepakatan berbangsa itu dihancurkan hanya karena nafsu politik segelintir orang.
"Reformasi telah mengantarkan kita menuju demokrasi, namun kini ada gejala partai politik akan marusak roadmap demokrasi kita," kata Bursah.
Bursah menolak tegas upaya amandemen konstitusi untuk penundaan Pemilu maupun perpanjangan masa jabatan presiden dengan dalih apapun. Dia menilai kalau itu dilakukan sangat mencederai akal sehat dan merusak masa depan demokrasi.
"Amandeman itu seharusnya bertujuan untuk menyempurnakan yang kurang, bukan merusak yang sudah bagus. Kalau ini dipaksakan tentu akan memiliki konsekuensi sejarah tidak baik bagi citra pemerintahan Presiden Jokowi," kata Bursah.
Faktor ekonomi atau ketiadaan anggaran juga tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda Pemilu 2024. Menurut Anthony Budiawan, kondisi krisis ekonomi tahun 1998 jauh lebih terpuruk dari saat ini. Nyatanya Indonesia mampu menyelenggarakan Pemilu demokratis pada 1999 dengan peserta 48 Parpol.
Ditegaskan Anthony, belum ada sejarahnya di belahan dunia manapun yang menunda pemilu karena alasan tidak ada dana. Dalam hal dana, Pemerintah bisa meminjam uang dari dalam negeri, atau bisa juga dengan melakukan relokasi anggaran dari sektor lain.
"Anggaran buat infrasturktur bisa direlokasi untuk Pemilu. Uangnya jadi beredar di masyarakat kecil. Ini multiplier effect-nya lebih tinggi. Apakah ketum parpol itu sudah mempelajari itu atau belum?," kata Anthony.
Sementara itu Gamari Sutrisno menyambut baik banyaknya elemen masyarakat yang menyuarakan penolakan terhadap usulan penundaan pemilu. Dia prihatin karena permasalahan bangsa Indonesia kini hampir terjadi di semua aspek kehidupan mulai dari sosial, politik, ekonomi, hingga ideologi.
Keadaan diperparah dengan tidak berjalannya fungsi pengawasan oleh legislatif sebagaimana mestinya. malahan legislatif cenderung berkolaborasi dengan eksekutif dan bahkan yudikatif.
"Untuk memperbaiki keadaan, langkah aksi kita diperlukan untuk mencegah kerusakan yang semakin parah," kata Gamari.
Senada dengan Gamari, Ariady Achmad mengusulkan agar suara penolakan yang sudah ada dihimpun dan diformulasikan dalam agenda aksi berupa petisi.
"Petisi ini harus segera dibuat karena yang kita hadapi ini tidak main main. Kita kini turun gunung karena batas toleransi kita sudah dilampaui," kata Ariady.
"Kita harus tolak usulan serampangan semacam itu," tambah Ariady.
Hal serupa juga disampaikan Sayuti Asyathri. Dia setuju dengan pendapat Ariady bahwa yang dihadapi bukan hal kecil karena ada kepentingan oligarki global.
"Oligari global ini akan berupaya terus menjadikan kita lumpuh dan tidak berdaya. Sebenarnya, para ketua umum Parpol itu pun sudah putus asa karena mereka juga tidak didengar," kata Sayuti.
Konstitusi sebagai Kontrak Sosial
Pada kesempatan yang sama, Umar Husin mengajak semua pihak merenungkan kembali cita-cita para pendiri bangsa yang dengan sadar ingin menjadikan Indonesia sebagai negara modern. Dikataknnya, salah satu fungsi konstitusi adalah kontrak sosial dimana semua pihak terikat di dalamnya dan jika salah satu ada yang melanggar maka kontrak sosial tersebut akan bubar.
"Pelanggaran konstitusi ini tidak sederhana karena menyangkut hak banyak orang, sekali Pemilu ditunda maka ratusan juta hak orang untuk memilih dan dipilih akan hilang," kata Umar.
Umar mengimbau kepada elit politik maupun elemen masyarakat lainnya agar berhati-hati menyampaikan usulan perpanjangan jabatan presiden, penundaan Pemilu, bahkan periodesasi jabatan presiden melebihi yang ada di konstitusi.
Dalam konteks mewujudkan cita-cita negara modern, Herdi Sahrasad menyayangkan ternyata ada elit Partai Politik yang tidak paham. Padahal di sana ada keharusan untuk taat konstitusi.
Karena itu Herdi menganjurkan kepada elit tersebut untuk mencabut kembali usulan penundaan pemilu karena mengesankan keserakahan atas kekuasaan dan akan menjadi preseden buruk bagi generasi penerus bangsa.
"Kalau ini diteruskan bisa menimbulkan instabilitas dan menjerumuskan Presiden Jokowi. Kita ingin mencegaah dia meninggalkan legacy buruk bagi bangsa ini,"
Suara Kaum Muda
Para pemimpin Organisasi Kepemudaan yang hadir pada diskusi tersebut turut mengecam munculnya wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Ketua Umum PB Pemuda Muslimin Indonesia Muhtadin Sabili menilai bahwa menunda pemilu sama halnya dengan menunda perbaikan, sedangkan memperpanjang masa jabatan presiden justru akan memperpanjang penderitaan rakyat.
Sabili juga menegaskan penolakannya terhadap amandemen konstitusi yang bertujuan memperpanjang jabatan presiden dan menyebutnya sebagai kudeta konstitusi.
"Amandemen yang seperti itu adalah akal-akalan dan merupakan kudeta konstitusi. Saya justru mengusulkan pembubaran Parpol yang mengusulkan ini," kata Sabili.
Ketum DPP GEMA Mathlaul Anwar Ahmad Nawawi mengingatkan bahwa konsekuensi dari pengunduran Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden ini tidak main-main. Menurutnya, wacana itu juga bisa berimplikasi terhadap ratusan kepala derah yang periodesasinya selesai dan berpotensi menuntut hal yang sama.
"Ini adalah kekeliruan, jika dipaksakan kita tidak boleh diam dan harus mengerahkan kekuatan massa mengepung DPR/MPR," kata Nawawi.
Mantan Ketum GMKI Korneles Galanjinjinay dengan tegas mengatakan bahwa bangsa ini mengalami krisis keteladanan dan negarawan. Dan para Ketua Umum Parpol itu sedang dalam krisis kepercayaan publik yang sangat berat, mereka tidak bisa jadi teladan dalam kepemimpinan politik.
"Jadi dari pada menjadi beban bagi rakyat, menjadi beban bagi generasi muda, saran saya sebaiknya para ketum parpol itu mengundurkan diri dari panggung politik nasional, karena mereka sama sekali tidak berfaedah bagi rakyat, mereka hanya memikirkan diri sendiri dan kelompoknya," kata Korneles.
Ditegaskan Kornelis, Ketum Parpol yang mengusulkan penundaan pemilu itu tidak punya integritas, etika dan moral politik.
"Mereka mental politisi pecundang, machiavellian, sudah terbukti mereka itu tidak dipercaya oleh rakyat, sehingga tidak punya nilai jual, karna itulah mereka ramai-ramai memainkan isu sabotase Pemilu 2024," tegas Kornelis.