JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Perhimpunan Menemukan Kembali Indonesia (PMKI) melaksanakan diskusi dengan tema "Konstitusi di Ujung Tanduk" di Kantor Dekopinwil DKI, Jl. Darmawangsa Raya Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jum"at (11/3/2022).
Diskusi tersebut dilaksanakan guna merespon adanya dugaan anasir-anasir anti demokrasi yang sedang bekerja untuk melawan konstitusi serta mencoba untuk terus berkuasa dengan cara-cara yang Illegal.
Pada kesempatan itu, turut hadir Pengamat Politik kondang Rocky Gerung, ia melontarkan sindiran keras terhadap rezim Presiden Jokowi, bahwa menurutnya ada kekacauan pikiran pengusul Penundaan Pemilu 2024 mendatang, mereka tidak paham seperti apa konstitusi mengatur kekuasaan.
"Konstitusi kita tidak mengatur perpanjangan kekuasaan namun mengatur pengurangan atau penghentian kekuasaan" kata Rocky.
Rocky melanjutkan, bahwa penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden hanya untuk menguntungkan rezim, namun merugikan demokrasi.
Dengan begitu, kata Rocky, Demokrasi akan dicederai mengingat Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa pergantian kekuasaan harus dilakukan secara demokratis lewat pemilihan umum berkala.
"Dalil kita adalah moral clarity kita membicarakan tentang penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan dalam demokrasi itu sebenarnya dilarang undang-undang, dimana tidak boleh bicara tentang penggulingan kekuasaan, akan tetapi bicara tentang demokrasi," bebernya.
Sementara itu, Syahganda Nainggolan yang juga turut hadir dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa dalam menemukan kembali Indonesia bukan hanya bagaimana Jokowi bisa lebih baik lagi, akan tetapi juga harus mengurus dan mengelola negara ke depannya yanga mana akan diisi oleh orang-orang yang tidak boleh kekayaannya bertambah.
Ia berharap setelah kepemimpinan Jokowi, siapapun itu yang berkuas harus mempunyai komitmen yang benar-benar mengurus bangsa.
"Siapapun penguasa setelah Jokowi satu nanti harus berkomitmen tidak boleh memiliki saham-saham seperti dia selama berkuasa, supaya tidak ada konflik di antara orang-orang yang berkuasa, nah itulah sebenarnya yang kita galang, semua kita harus berpikir kalau memang ada keinginan kita dan revolusi itu dinilai penting," katanya.
Kemudian, Ahli Hukum Tata Negara, Bivitri hadir dalam acara diskusi itu, mengatakan bahwa dalam konstitusi penundaan Pemilu itu adalah Inkonstitusional karena gagasan konstitusi itu memang soal pembatasan kekuasaan.
"Jadi kalau gagasan itu konstitusionalisme ya sebenarnya, kalau kita baca, dulu di mana kekuasaan penguasa begitu sewenang-wenang, penguasa tidak boleh lebih senang namun karena itu harus dibatasi dengan aturan itu, gagasan negara hukum dan kemudian ketika dituangkan menjadi konstitusi, itu yang namanya konstitusionalisme pembatasan kekuasaan, jadi ini bukan soal hal lain, akan tetapi soal pembatasan kekuasaan, seharusnya orang-orang yang membicarakan perubahan konstitusi untuk tidak lagi membatasi kekuasaan itu sudah inkonstitusional dan sebenarnya itu adalah penghianatan terhadap konstitusi," jelasnya.
Bivitri menambahkan, bahwa kalau Presiden dan wakil Presiden dan semua yang punya jabatan publik yang diikat oleh sumpah bicarakan soal mengubah konstitusi untuk melanggar gagasan positif maka sebenarnya mereka sudah melanggar konstitusi, melanggar sumpah jabatan.
"Konstitusi kita itu jelas juga terutama bagian sumpah presiden, bahwa dalam sumpahnya dikatakan "saya harus setia pada undang-undang dasar 1945 " Jadi sebenarnya begitu itu dibicarakan tentu saja kita kemudian bicara politiknya tapi mekanisme pemakzulan itu sudah bisa digulirkan untuk mengatakan bahwa anda sudah melakukan penghianatan terhadap konstitusi yang sudah melanggar konstitusi dan karena itu bisa mulai proses pemakzulan dengan meminta DPR ya harus memulainya kemudian nanti diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi, kita nggak tahu hasilnya tapi bagaimana proses politik lainnya, ya memang ini harus dibicarakan," katanya.
Adapun Pernyataan Publik dalam Mempercepat Pemilu Menyelamatkan Demokrasi dan Konstitusi adalah sebagai berikut:
Pemerintahan Joko Widodo terus mempertontonkan ketidakmampuannya dalam mengelola negara berdasarkan prinsip "pemerintahan yang bersih, baik dan berwibawa" (Clean Government and Good Governance). Hal ini dengan mudah bisa dilihat saat bersama DPR-RI menerbitan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dinyatakan inkonstitusional.
Pengelolaan pemerintah pada sektor ekonomi, politik, hukum, sosial kemasyarakatan (rusak parahnya kohesi sosial) kian menjelaskan inkompetensinya penyelenggara negara di bawah pimpinan Joko Widodo. Kegagalan mengatasi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng, dan kelangkaan serta meningkatnya harga kedelai, sumber protein bagi masyarakat, merupakan contoh kecil betapa pemerintahan Joko Widodo tak sanggup menjaga keberlangsungan perputaran roda ekonomi rakyat yang kian terpuruk, lebih-lebih setelah hampir selama dua tahun alami depresi berat akibat pandemi Covid-19.
Akan tetapi, alih-alih memperbaiki kinerja pemerintahan yang terus kedodoran, para negara, termasuk anggota kabinet Joko Widodo, malah sibuk dalam kegiatan politik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan melawan constitusi, yaitu melakukan "gerilya politik" secara terstruktur, sistematis dan masif TSM) untuk menunda pemilu (hingga entah kapan) hanya untuk memperpanjang urasi/periode kekuasaan yang menurut Konstitusi UUD 1945 5 tahun, dan selesai anya untuk dua periode (10 tahun).
Memperhatikan apa yang telah dan sedang dilakukan pemerintahan Joko Widodo yang terus menimbulkan kegaduhan politik dan melahirkan kecemasan dalam berbangsa dan bernegara, apalagi jika dilihat secara seksama bagaimana dalam nongelolaan uang masyarakat seperti Dana Haji, dana asuransi, dana Jami buruh, dll), kemudian diproyeksikan terhadap persoalan-pers baik di dalam dan luar negeri (dampak perang Rusia vs Ukrai masyarakat sipil yang bernaung di bawah PERHIMPUNAN MENE INDONESIA, menyatakan:
Demi menyelamatkan demokrasi, konstitusi segenap bangsa, maka kami menyeru agar pemilu dipercepat, dengan tetap menegakkan prinsip bebas, bersih dan jujur
Demikianlah seruan ini disampaikan, agar segera melahirkan pemerintahan yang baru yang mendapat " kepercayaan baru" seluruh rakyat Indonesia untuk mengatasi persoalan bangsa yang kian kompleks,yang hanya bisa diatasi oleh pemerintah yang memiliki integritas dan kredibilitas.