Oleh Ariady Achmad pada hari Rabu, 05 Feb 2025 - 11:29:18 WIB
Bagikan Berita ini :

Negara Mafia: Ketika Kekuasaan dan Kejahatan Berkelindan

tscom_news_photo_1738729758.jpg
(Sumber foto : )

Fenomena mafia dalam negara bukan lagi sekadar isu konspiratif, melainkan sebuah realitas yang dapat diamati dalam berbagai aspek kehidupan bernegara. Laode Ida, dalam bukunya Negara Mafia, menyoroti bagaimana jaringan kejahatan terorganisir telah menyusup ke dalam sistem hukum, politik, ekonomi, dan media. Buku ini seolah menjadi cermin yang merefleksikan bagaimana reformasi yang seharusnya membawa perubahan justru melahirkan struktur kekuasaan baru yang masih berwatak lama.

Mafia dalam Struktur Negara

Keberadaan mafia dalam negara ditandai oleh praktik kekuasaan yang bersandar pada transaksi ilegal, intimidasi, dan kooptasi terhadap lembaga-lembaga demokrasi. Dalam konteks Indonesia, indikasi negara mafia dapat terlihat dari beberapa faktor utama:

1. Penegakan Hukum yang Tidak Tuntas
Reformasi 1998 yang diharapkan membawa supremasi hukum justru melahirkan inkonsistensi. Banyak kasus besar, terutama korupsi, yang tidak tersentuh atau berhenti di tengah jalan. Kelemahan dalam independensi lembaga hukum juga memperlihatkan bagaimana hukum dapat digunakan sebagai alat untuk melindungi kepentingan kelompok tertentu dan menekan lawan politik.


2. Partai Politik yang Tidak Pro-Rakyat
Partai politik, sebagai pilar utama demokrasi, sering kali lebih mengutamakan kepentingan elite daripada rakyat. Politik transaksional menjadi budaya yang mengakar, di mana posisi strategis dalam pemerintahan diperdagangkan untuk kepentingan ekonomi dan kekuasaan. Oligarki politik semakin menguat, dengan hanya segelintir orang yang memiliki kendali penuh terhadap kebijakan publik.


3. Media yang Dikendalikan Oligarki
Media, yang seharusnya berfungsi sebagai pengawas kekuasaan (watchdog), kini justru menjadi bagian dari sistem yang dikendalikan oleh elite. Kepemilikan media oleh segelintir konglomerat menyebabkan bias dalam pemberitaan, sehingga informasi yang sampai ke masyarakat sering kali sudah disaring sesuai dengan kepentingan pemiliknya.


4. Masyarakat Sipil yang Lemah
Demokrasi yang sehat memerlukan peran aktif masyarakat sipil sebagai kekuatan penyeimbang. Namun, lemahnya kesadaran politik, fragmentasi gerakan sosial, serta tekanan terhadap aktivis membuat ruang kritik semakin menyempit. Berbagai bentuk kriminalisasi terhadap suara-suara kritis menunjukkan betapa sulitnya membangun perlawanan terhadap dominasi kekuasaan yang tidak demokratis.

Dampak dan Ancaman bagi Masa Depan Demokrasi

Keberadaan mafia dalam negara berdampak serius terhadap demokrasi dan kesejahteraan rakyat. Sistem yang korup dan manipulatif akan terus melanggengkan ketimpangan sosial, menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif, serta memperburuk ketidakpercayaan publik terhadap institusi negara. Jika tidak ada upaya perbaikan, maka negara bisa jatuh dalam kondisi kleptokrasi—di mana pemerintah berfungsi hanya untuk memperkaya segelintir elite dengan mengorbankan rakyatnya.

Mencari Solusi: Mungkinkah Perubahan?

Menghadapi realitas ini, perlu ada upaya serius untuk membangun kembali sistem yang lebih adil dan transparan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

Reformasi hukum yang lebih tegas, dengan memastikan aparat hukum benar-benar independen dan tidak tunduk pada tekanan politik atau ekonomi.

Penguatan partai politik yang demokratis, dengan mendorong transparansi dalam pendanaan dan seleksi kepemimpinan yang berbasis meritokrasi.

Kebebasan pers yang lebih terjamin, sehingga media dapat menjalankan fungsinya sebagai pilar demokrasi tanpa intervensi oligarki.

Pemberdayaan masyarakat sipil, melalui pendidikan politik dan advokasi yang dapat meningkatkan kesadaran serta partisipasi warga dalam mengawal kebijakan publik.


Kesadaran bahwa negara tidak boleh dikuasai oleh mafia harus menjadi perhatian bersama. Jika dibiarkan, struktur kekuasaan yang dikuasai kepentingan gelap hanya akan semakin menggerus cita-cita demokrasi yang diperjuangkan dengan susah payah. Pertanyaannya kini adalah: apakah masyarakat siap untuk melawan, atau justru memilihberdiamdiri?

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Dinamika Politik dan Kebijakan: DPR Perkuat Wewenang, Menteri ESDM Akui Kesalahan

Oleh Ariady Achmad bersama Team teropongsenayan.com
pada hari Rabu, 05 Feb 2025
Pendahuluan Dua isu politik dan kebijakan yang mencuat dalam beberapa hari terakhir menimbulkan perdebatan di publik. Pertama, revisi aturan DPR yang memberikan kewenangan lebih besar dalam ...
Opini

Diplomasi Barongko: Indonesia Sudah Perlu "Direstart"?

Pendapat mengenai kondisi Indonesia saat ini yang dikemukakan oleh Muhammad Said Didu mencerminkan kegelisahan mendalam terhadap arah perjalanan bangsa. Kritik tajam terhadap pemerintahan Jokowi ...