Opini
Oleh Haris Rusly Moti pada hari Selasa, 11 Feb 2025 - 17:23:48 WIB
Bagikan Berita ini :

Tantangan Efisiensi Prabowo di Tengah Kebiasaan Lama Menutup Defisit dengan Utang

tscom_news_photo_1739269428.jpg
(Sumber foto : )


Dalam 100 hari pertama pemerintahannya, Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan besar dalam mengubah pola pikir dan kebiasaan lama dalam pengelolaan anggaran negara. Salah satu tantangan utama adalah kebiasaan menutup defisit dengan berutang—sebuah pola yang telah berlangsung lama dan sering kali dikaitkan dengan praktik koruptif dalam pengelolaan keuangan negara.

Saya melihat kebijakan Presiden Prabowo yang lebih menitikberatkan pada pencegahan kebocoran, pemberantasan korupsi, serta efisiensi dan penghematan sebagai langkah yang revolusioner. Ini adalah pendekatan baru dalam pengelolaan negara, yang jika diterapkan secara konsisten, dapat membawa Indonesia keluar dari jerat ketergantungan terhadap utang luar negeri.

Jika mengikuti pola lama, tentu Prabowo tidak perlu melakukan efisiensi atau pemotongan anggaran kementerian/lembaga serta pemerintah daerah sebesar Rp306 triliun. Cukup dengan mengajukan utang baru untuk membiayai program-program strategis pemerintahannya. Namun, pendekatan seperti itu telah terbukti hanya menambah beban keuangan negara tanpa memberikan manfaat nyata bagi rakyat.

Utang untuk Aktivitas Tidak Produktif

Selama ini, utang yang kita ambil sering kali digunakan untuk kegiatan yang tidak produktif, yang saya sebut sebagai "ekonomi omong kosong." Contohnya adalah penggunaan dana negara untuk membiayai perjalanan dinas, seminar, FGD, serta berbagai acara seremonial yang tidak berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat. Bahkan, tidak jarang utang digunakan untuk menutup defisit akibat kebocoran dan korupsi.

Pada prinsipnya, saya bukan ekstremis yang menolak utang secara mutlak. Namun, yang perlu ditegaskan adalah bahwa utang harus dikelola dengan baik dan digunakan untuk kegiatan yang benar-benar produktif serta berdampak langsung pada pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Sejak reformasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagian besar didorong oleh konsumsi, yang salah satunya bersumber dari belanja pemerintah untuk kegiatan yang sebenarnya kurang produktif. Misalnya, perjalanan dinas pejabat pusat dan daerah yang tidak jarang menjadi rantai ekonomi tersendiri, menumbuhkan bisnis penerbangan, hotel, restoran, hingga industri jasa lainnya. Namun, apakah ini benar-benar berkontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan?

Revolusi dalam Pengelolaan Anggaran Negara

Presiden Prabowo tampaknya ingin mengubah pola ini. Dengan tidak lagi bergantung pada utang, pemerintah harus mencari cara lain untuk menutup defisit anggaran, yaitu dengan mencegah kebocoran, memberantas korupsi, serta melakukan efisiensi dan penghematan. Ini adalah langkah yang berani, tetapi juga penuh risiko.

Di masa lalu, para pejabat Kementerian Keuangan tampaknya lebih nyaman dengan defisit anggaran, karena itu menjadi justifikasi untuk terus menumpuk utang. Kini, dengan adanya penghematan sebesar Rp306 triliun dan pengalihan anggaran dari sektor yang tidak produktif ke sektor produktif, kita sedang menyaksikan sebuah revolusi dalam tata kelola anggaran negara.

Namun, perubahan ini pasti menimbulkan reaksi dari berbagai pihak yang merasa kepentingannya terganggu. Banyak kelompok di dalam dan luar pemerintahan yang selama ini menikmati manfaat dari sistem lama, di mana aliran dana negara dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Gangguan dan Tantangan dalam Implementasi Kebijakan

Langkah efisiensi dan pemberantasan kebocoran tentu akan menghadapi berbagai tantangan. Contoh konkret adalah di sektor minyak dan gas. Praktik pengoplosan gas elpiji 3 kg ke dalam tabung 12 kg yang kemudian dijual ke industri adalah bentuk kebocoran yang nyata. Bahkan, ada laporan bahwa tabung gas 3 kg yang seharusnya berisi penuh, ternyata hanya diisi 2,5 kg atau bahkan 2,4 kg.

Kasus seperti ini menunjukkan betapa sulitnya mengubah pola pikir dan kebiasaan lama, apalagi jika melibatkan kepentingan bisnis dan oligarki yang telah lama mengakar. Untuk itu, diperlukan dukungan politik yang kuat serta kesadaran kolektif dari seluruh elemen bangsa agar kebijakan efisiensi dan pemberantasan korupsi ini dapat berjalan efektif.

Prabowocare: Membangun Kebijakan yang Berpihak pada Rakyat

Saya melihat bahwa semangat kebijakan yang diusung Prabowo bukan sekadar stabilitas makroekonomi seperti dalam konsep "Prabowonomic," tetapi lebih kepada kebijakan yang berpihak pada rakyat, yang saya sebut sebagai Prabowocare.

Prabowocare adalah wujud nyata dari amanat Pembukaan UUD 1945, yang menegaskan bahwa negara harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat.

Dalam konteks ini, kebijakan efisiensi, penghematan, serta pencegahan kebocoran dan korupsi bukan hanya langkah teknokratis, tetapi juga bentuk kepedulian dan perlindungan terhadap rakyat. Jika kebijakan ini berhasil, maka Indonesia tidak lagi harus bergantung pada utang dan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya.

Ke depan, tantangan terbesar bagi Presiden Prabowo adalah memastikan bahwa langkah-langkah reformasi ini dapat berjalan tanpa hambatan berarti. Butuh keberanian dan ketegasan untuk menindak para perusak sistem, sekaligus membangun sistem yang lebih transparan dan berorientasi pada kepentingan rakyat.

Saya optimistis bahwa dengan komitmen yang kuat, kebijakan ini bisa membawa perubahan besar bagi Indonesia. Namun, jalan menuju perubahan tidak akan mudah. Diperlukan konsistensi, integritas, dan dukungan luas dari seluruh elemen bangsa agar cita-cita besar ini dapat terwujud.

Haris Rusly Moti, Aktivis Gerakan Mahasiswa1998Yogyakarta

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Segera Realisasikan Core Tax System: Urgensi, Tantangan, dan Solusi

Oleh Ariady Achmad dan Team teropongsenayan.com
pada hari Selasa, 11 Feb 2025
Reformasi perpajakan merupakan salah satu elemen kunci dalam memperkuat perekonomian Indonesia. Salah satu upaya strategis yang telah dirancang sejak 2018 adalah Core Tax System, sebuah sistem ...
Opini

Pemimpin Baru di Tengah Jaring Kekuasaan Lama: Tantangan dan Harapan

Setiap pergantian kepemimpinan selalu membawa harapan. Pemimpin baru sering kali muncul dengan gagasan segar, janji perubahan, dan komitmen untuk memperbaiki keadaan. Namun, kenyataan politik ...