Jakarta, 25 Maret 2025- Dari investigasi yg didapat,muncul bukti baru yang memperkuat dugaan adanya keterlibatan orang dalam dalam keputusan investasi Telkomsel—anak perusahaan Telkom—saat membeli saham GOTO senilai Rp6,4 triliun pada 2020-2021 melalui mekanisme Pre-IPO placement.
Nama Bono Daru Adji tercantum sebagai Managing Director Legal dalam struktur Danantara, sebuah holding investasi yang baru saja diperkenalkan ke publik. Dalam dokumen presentasi Danantara berjudul Meet The Team, Bono disebut memiliki rekam jejak sebagai Penasihat Utama dalam IPO GOTO, merger Gojek-Tokopedia, dan akuisisi TikTok Tokopedia senilai USD1,5 miliar (Rp24 triliun).
Namun, yang menarik perhatian adalah posisi ganda yang dipegang Bono dalam periode yang sama. Sejak 2021 hingga kini, ia juga menjabat sebagai Komisaris Independen Telkom sekaligus Ketua Komite Audit Telkom—posisi yang seharusnya mengawasi dan memastikan tata kelola keuangan yang baik di perusahaan BUMN tersebut.
Potensi Benturan Kepentingan?
Sebagai pemegang 70% saham Telkomsel, Telkom mencatat investasi di GOTO dalam laporan keuangannya. Hingga kuartal ketiga 2024, Telkom melaporkan kerugian belum direalisasi sebesar Rp474 miliar akibat investasi ini. Jika dihitung dari harga beli Rp270 per saham dan harga saat ini Rp80 (penutupan 24/3/2025), nilai investasi Telkomsel telah susut lebih dari Rp4,5 triliun, atau lebih dari 70% dari total nilai beli Rp6,4 triliun.
Dengan kondisi tersebut, muncul pertanyaan: Apakah ada potensi konflik kepentingan dalam peran ganda Bono? Sebagai Komisaris Telkom dan Ketua Komite Audit, tugasnya adalah mengawasi investasi Telkom. Namun, pada saat yang sama, ia juga disebut sebagai penasihat utama dalam IPO GOTO dan merger Gojek-Tokopedia, yang menjadi bagian dari keputusan investasi Telkomsel.
Hal ini perlu diperjelas: Dalam kapasitas apa Bono menjalankan peran sebagai penasihat utama IPO GOTO dan merger Gojek-Tokopedia? Apakah ada mekanisme mitigasi benturan kepentingan dalam keputusan ini?
Dampak terhadap Kredibilitas Danantara
Keberadaan Bono di Danantara juga menimbulkan pertanyaan lebih luas tentang kredibilitas dan tata kelola holding investasi ini. Jika benar ia memiliki peran kunci dalam keputusan investasi yang merugikan BUMN, apakah hal ini menjadi indikasi model pengelolaan yang akan diterapkan di Danantara?
Masyarakat tentu berhak untuk mendapatkan kejelasan dan transparansi dalam pengelolaan investasi yang melibatkan dana publik. Pemerintah dan pihak terkait perlu memastikan bahwa prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance) ditegakkan dalam setiap keputusan strategis yang diambil.
Perlu Audit dan Klarifikasi
Agar tidak menimbulkan spekulasi lebih jauh, diperlukan audit independen untuk menelusuri dugaan benturan kepentingan ini. Regulator dan lembaga pengawas seperti Kementerian BUMN serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan dapat memberikan klarifikasi terkait peran Bono dalam investasi ini.
Masyarakat perlu terus mengawasi agar kebijakan investasi BUMN benar-benar dijalankan untuk kepentingan publik, bukan hanya segelintirpihak.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #