Oleh Edy Aruman pada hari Selasa, 30 Des 2025 - 09:11:28 WIB
Bagikan Berita ini :

Adaptive

tscom_news_photo_1767060688.jpg
(Sumber foto : )

Jan Carlzon adalah seorang pemimpin maskapai penerbangan SAS Airlines yang dihadapkan pada kenyataan bahwa perusahaannya tertinggal dalam persaingan layanan.
Ketika menjabat sebagai CEO, ia menyadari bahwa masalah utama SAS bukan semata-mata soal strategi atau efisiensi operasional, melainkan cara organisasi merespons pelanggan di garis depan.

Carlzon kemudian mengambil keputusan yang tidak nyaman: memberikan kewenangan lebih besar kepada staf layanan, seperti petugas tiket dan pramugari, untuk mengambil keputusan langsung demi kepuasan pelanggan.

Misalnya, dalam hal pengembalian uang (refund). Juga memindahkan penumpang ke penerbangan maskapai lain jika diperlukan.
Sebelumnya, keputusan memindahkan penumpang adalah wewenang manajer tingkat tinggi, bukan karyawan yang berhadapan langsung dengan pelanggan.

Itu karena memindahkan penumpang ke maskapai lain mempunyai konsekuensi keuangan perusahaan.
Ketika staf memindahkan penumpang ke penerbangan maskapai lain, SAS harus membayar biaya tiket atau kursi kepada maskapai pesaing tersebut. Ini menciptakan pengeluaran tambahan secara langsung

Ia paham bahwa langkah ini akan menggerus peran manajer menengah dan memicu resistensi internal.
Ketika memutuskan untuk mendistribusikan wewenang itu, Carlzon tidak memiliki kepastian bahwa perubahan ini akan berjalan mulus. Namun ia tetap melangkah.

Dia menyiapkan para pemangku kepentingan untuk menghadapi kekacauan sementara, dan menerima kenyataan bahwa sebagian orang harus kecewa agar organisasi dapat belajar dan bertumbuh.

Dalam konteks kepemimpinan adaptif, Carlzon memberi pelajaran tentang "Mengelola Pihak yang Memberi Otoritas" (Managing Authority Figures).
Seorang pemimpin perubahan tidak hanya perlu memobilisasi orang-orang di bawahnya (staf garis depan).

Pemimpin juga harus secara proaktif mengelola atasan (Dewan Direksi) untuk melindungi inisiatif perubahan tersebut agar tidak dimatikan saat situasi memanas.
Ketidakpastian mengenai langkah menuju "wilayah yang tidak diketahui" (unknown territory), yaitu mengoperasikan maskapai dengan memberikan otonomi keputusan finansial kepada staf garis depan, sebuah praktik yang belum lazim saat itu.

Kepemimpinan yang lahir dari ketidakpastian juga tampak dalam kisah seorang prajurit Inggris yang memimpin rekan-rekannya keluar dari ladang ranjau.

Selama Perang Korea, sebuah batalion Inggris terperangkap di antara musuh dan ladang ranjau setelah komandan mereka tewas.

Seorang anggota peleton tiba-tiba bangkit dan berkata, "Saya tahu jalan keluar dari sini."

Lalu dia mulai berjalan melintasi ladang ranjau. Pasukan lain mengikutinya dan mereka semua selamat.
Ketika ditanya kemudian bagaimana ia tahu jalannya, ia mengaku bahwa ia sebenarnya tidak tahu sama sekali. Ia sadar bahwa jika ia terlihat ragu, tidak ada yang akan bergerak dan mereka semua akan mati.

Dalam situasi ini, kepemimpinan bukan tentang memiliki jawaban yang benar, melainkan tentang keberanian menanggung risiko dan mengelola ketakutan kolektif agar kelompok tetap memiliki harapan untuk selamat.

Ia mengambil risiko (eksperimen) tetapi membingkainya sebagai kepastian ("solusi") karena situasi darurat menuntut keyakinan mutlak untuk mencegah kepanikan. Ini adalah contoh ekstrem tentang bagaimana pemimpin terkadang harus memproyeksikan kepercayaan diri meskipun sedang melangkah dalam ketidakpastian
Konosuke Matsushita (pendiri Panasonic) tumbuh dalam kondisi miskin dan hampir yatim piatu. Namun, ia memiliki ambisi yang kuat untuk menjadi orang yang berhasil secara materi.
Ambisinya terpenuhi ketika pada usia 38 tahun, ia telah berhasil membangun salah satu perusahaan paling menjanjikan di Jepang. Dia pun keluar dari kemiskinan.

Tahun 1932, dia bertemu – cuma sebentar -- dengan sebuah kelompok keagamaan. Pertemuan itu memicu periode refleksi selama dua bulan yang menghasilkan redefinisi mendasar mengenai tujuan perusahaannya.

Dia tidak meninggalkan bisnis melaoinkan mengintegrasi antara profitabilitas dan tujuan sosial yang luhur. Dia ingin menjadikan bisnis sebagai alat pengentasan kemiskinan.

Misi perusahaannya bukan sekadar mencari keuntungan, melainkan untuk "mengatasi kemiskinan, membebaskan masyarakat secara keseluruhan dari kesengsaraan, dan membawa kekayaan bagi masyarakat".

Kisah-kisah ini, sebagaimana diuraikan dalam The Practice of Adaptive Leadership karya Ronald Heifetz, Marty Linsky, dan Alexander Grashow, menunjukkan bahwa kepemimpinan adaptif bukanlah tentang memberikan solusi cepat atau menjaga semua orang tetap nyaman.

Berbeda dengan kepemimpinan otoritatif yang dituntut untuk memberikan solusi dan memenuhi harapan, kepemimpinan adaptif mengharuskan seseorang untuk menantang ekspektasi tersebut.
Kepemimpinan adaptif juga harus siap mengecewakan orang pada tingkat yang dapat mereka tolerans.

Ia hadir ketika tantangan yang dihadapi tidak dapat diselesaikan hanya dengan keahlian teknis, melainkan menuntut perubahan cara berpikir, nilai, dan kebiasaan.
Otoritas diharapkan memberi jawaban dan stabilitas, sementara kepemimpinan adaptif sering kali justru mengganggu keseimbangan demi memungkinkan perubahan yang bermakna.

Kepemimpinan adaptif mengajak kita berani memimpin tanpa kepastian, setia pada tujuan di tengah kehilangan, dan cukup rendah hati untuk belajar bersama.

Di sanalah kepemimpinan menjadi manusiawi: bukan memegang kendali penuh, melainkan menuntun orang bertumbuh melalui perubahan yang tidak selalu nyaman, namun bermakna bagi semua pihak.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PRAY SUMATRA
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

The Change

Oleh Edy Aruman
pada hari Senin, 29 Des 2025
Awal 1990-an,  Jerry Sternin datang ke Vietnam dengan sebuah tugas yang menantang. Dia yang bekerja untuk Save the Children ditugaskan memimpin Tim untuk mengatasi malnutrisi ...
Opini

Dino Sang Ketua Ormas

Dino Patti Djalal menyampaikan kritik yang kepada Menteri Luar Negeri Sugiono. Bila diamati secara lebih mendalam, sejatinya itu bukan kritik. Tapi keluh kesah Dino sebagai ketua organisasi ...