JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Raja dangdut Rhoma Irama bersama mantan politisi Partai Bulan Bintang (PBB) mendeklarasikan partai baru bernama Partai Idaman.
Sebelum mendirikan partai sendiri, Rhoma sebenarnya berhasrat menjadi ketua umum PBB. Pada muktamar PBB di Bogor, Jawa Barat, April 2015 lalu, Rhoma sempat menjadi salah satu kandidat ketua umum. Sejumlah politisi senior PBB seperti Tumpal Daniel (ketua DPP) dan Abdurrahman Tarjo (wakil ketua umum menjadi tim sukses bagi pencalonan Rhoma untuk dapat duduk di PBB-1. Ulama Betawi KH. Fachrurrozi didaulat untuk menjadi ketua tim sukses Rhoma. Namun, mayoritas warga PBB sepertinya belum rela partainya dipimpin pendatang baru. Muktamar pun secara aklamasi memilih Yusril Ihza Mahendra sebagai ketua umum. Rhoma gagal memimpin PBB.
Malang melintang di dunia politik, baru kali ini Rhoma menjadi pengurus sekaligus pendiri dan ketua umum partai politik. Sebelumnya, ia hanya sebagai vote geter, juru kampanye, anggota DPR dan anggota MPR.
Rhoma lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat pada 11 Desember 1946 dengan nama Raden Oma Irama. Awalnya ia lebih dikenal dengan nama Oma Irama namun sepulang ibadah haji berganti nama menjadi RH. Oma Irama atau Rhoma Irama.
Rhoma adalah seorang musisi sekaligus penyanyi dangdut legendaris. Bersama grup musik Soneta yang pimpin, Rhoma telah menghasilkan ratusan album dan ribuan lagu dangdut. Lagu-lagunya dikenal kental dengan pesan cinta, agama dan nasihat anti narkoba atau miras.
Pada awal Orde Baru, Rhoma merupakan tokoh penting bagi Partai Persatuan pembangunan (PPP). Rhoma menjadi icon penting bagi partai berlambang Kabah itu. Rhoma merupakan tokoh pendulang suara pemilih bagi PPP yang merupakan satu-satunya partai Islam.
Rhoma secara resmi masuk PPP pada tahun 1971, bukan sebagai pengurus tetapi sebagai anggota biasa. Popularitasnya yang tinggi ketika itu, membuat PPP jadi sorotan publik. Partai Golkar pun seperti tidak rela raja dangdut Rhoma Irama menjadi juru kampanye PPP yang merupakan pesaing Golkar. Ada mahar yang harus dibayar Rhoma sebagai konsekuensi sikap politiknya itu, video-video Rhoma tak boleh beredar. Rhoma pun tidak lagi boleh tampil di TVRI selama sepuluh tahun. (Bersambung) (yn)