JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Suatu hari di tahun 1952, Mohammad “Bung” Hatta ingin pergi haji. Sebagai wakil presiden saat itu—orang nomor dua paling berkuasa di seluruh negeri ini—ia tentu layak menggunakan fasilitas negara.
Itulah pemikiran presiden Soekarno saat ia menyediakan pesawat khusus dan semua fasilitas kenegaraan yang diperlukan untuk Bung Hatta melaksanakan rukun Islam yang ke-lima.
Soekarno berpikir Bung Hatta akan pergi secara terhormat sebagai wakil presiden untuk menunaikan ibadah haji. Prakiraan Soekarno meleset. Bung Hatta langsung menolak tawaran itu sebab ia berpendapat, urusan naik haji bukanlah urusan seorang pejabat negara dengan Allah, melainkan itu urusan seorang insan manusia biasa yang pergi ke Tanah Suci. Ia ingin ke Mekkah sebagai seorang Mohammad Hatta, bukan sebagai seorang wakil presiden.
Bung Hatta ingin pergi haji sebagai rakyat biasa, bukan sebagai wakil presiden. Dia menunaikan rukun Islam kelima dari hasil honorarium penerbitan beberapa bukunya.
Bung Hatta selalu hidup jujur dan sederhana sepanjang hidupnya. Mantan wakil presiden yang sampai kesulitan membayar tagihan listrik dan air di rumahnya. Hatta yang mengidamkan sepatu Bally yang tak terbeli sampai dia meninggal.
Sosok Hatta adalah inspirasi bagi Jenderal Hoegeng. Jenderal yang terkenal sangat jujur ini pun mengidolakan Hatta.
Begitu juga Ali Sadikin, gubernur legendaris DKI Jakarta. Bang Ali yang terkenal keras pun terharu melihat kesederhanaan Hatta. Bang Ali melihat uang pensiun Hatta tak cukup untuk hidup layak.
Bang Ali pula yang meminta Hatta dijadikan warga istimewa Jakarta sehingga tak perlu membayar PBB, listrik dan air.(yn)
Sumber:Di Sini