Masih kuat di ingatan kita semua tentang detik-detik peristiwa krisis moneter yang melahirkan gerakan reformasi yang menjatuhkan rezim Orde Baru. Saat itu, krisis moneter bagaikan tsunami yang menggulung tanpa ampun sejumlah perusahaan yang terlilit utang dan berakibat pada hilangnya kepemilikan saham mayoritas dari pemiliknya.
PT Astra International Tbk adalah salah satu perusahaan besar yang digulung oleh krisis moneter yang berakibat pada hilangnya kemilikan majority keluarga konglomerat William Soeryajaya di Group Astra International. Saat itu, Rini MS Suwandi alias Rini Soemarno yang dipercayakan oleh William untuk memimpin perusahaan sebagai Presiden Direktur.
Hilangnya kepemilikan majority keluarga William di dalam PT Astra International Tbk tersebut akibat kebijakan over leverage pengunaan pinjaman dari bank luar negeri dengan mengabaikan prinsip kehati-hatian dan memperhatikan keadaan ekonomi yang mulai melemah yang dilakukan oleh Rini Soemarno.
Rini Soemarno yang memang berlatar belakang sebagi mantan pegawai Citibank telah menyeret Grup Astra International yang dibelit pinjaman luar negeri yang menggunung di tengah
terpuruknya bisnis otomotif.
Kasus berkurangnya kepemilikan majority keluarga William Soeryajaya di PT Astra International Tbk bisa terjadi juga dalam sebuah negara dimana kontrol atau saham majority negara di BUMN bisa berkurang atau hilang sama sekali.
Om Willem -- panggilan akrab William Soeryadjaya -- adalah kenangan manis bagi PT Astra International Tbk. Dialah yang membangun dan membesarkan perusahaan otomotif ini hingga menjadi perusahaan papan atas di Indonesia, dan beranak pinak menjadi puluhan perusahaan.
Namun, di tengah keadaan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap USD yang menyebabkan terpuruknya pasar otomotif di Indonesia, Om William akhirnya melepas seluruh kepemilikan sahamnya di PT Astra International Tbk untuk me-nomboki kewajiban terhadap utang luar negeri.
Sebenarnya PT Astra International Tbk ketikaa dipimpin oleh Rini Suwandi (Soemrno) telah melanggar prinsip kehati-hatian, apalagi saat itu anak perusahaan PT Astra International Tbk juga didorong oleh Rini untuk meminjam dana dari bank-bank luar negeri. Akibatnya disaat terjadi krisis moneter, anak anak perusahaan Astra tersebut dililit oleh utang yang menggunung. Bertambahlah beban tanggungan PT Astra International Tbk sebagai Induknya.
Sekarang kita berasumsi dengan tindakan Rini Soemarno sebagai Meneg BUMN yang berhasil memburu pinjaman ke China Development Bank sebesar 3 Milyar USD dengan mengunakan tiga bank BUMN, yaitu Bank Mandiri, BNI dan BRI. Hampir mirip jika diasumsikan PT Astra International Tbk sebagai Negara Indonesia dan BUMN yang pinjaman duit atas jaminan negara sebagai Anak Perusahaan PT Astra International Tbk.
Demikian juga keadaan ekonomi saat ini juga tidak berbeda dengan kondisi ekonomi tahun 1997 yang ditandai dengan makin menurunnya pertumbuhan ekonomi serta makin meningkatnya nilai kurs USD terhadap rupiah.
Apalagi pinjaman dari China Development Bank tersebut juga diduga akan digunakan pada proyek-proyek yang mangkrak milik keluarga JK dan keluarga Soemarno seperti pembiayaan pengembalian pabrik motor Kanzen, dan banyak lagi proyek proyek Infrastructure pemerintah yang tendernya akan dimenangkan oleh keluarga Soemarno dan keluarga JK.
Dalam kondisi seperti itu, secara teknis -- bukan secara "cash flow" -- Astra International bisa dinyatakan "default". Itu berarti, "Kapanpun semua kreditor dapat menarik kembali uang yang dipinjamkannya, baik pinjaman jangka pendek maupun panjang,"
Bagaimana jika nanti nya dalam waktu dua tahun ke depan tiga Bank BUMN tersebut default tidak bisa bayar atau gagal bayar utang karena tidak punya dana tunai yang cukup? Buntutnya, bisa saja kreditor mengajukan pailit agar dapat segera menjual Bank Mandiri, BNI dan BRI atau menguasai saham majority ketiga bank BUMN tersebut.(*)
TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #rini #arief #astra