TANAH air Indonesia ibarat surga. Tongkat kayu bisa jadi tanaman, itu kata Koes Ploes. Berlimpah sumber daya alam di berbagai sektor: kelautan dan perikanan, kehutanan, juga pertambangan dan migas.
Sumber daya manusia Indonesia juga tak kalah dari bangsa lain. Buktinya, sudah tak terhitung banyaknya pelajar kita yang menjuarai olympiade matematika dan fisika di kompetisi dunia. Ribuan warga kita bekerja menjadi ahli di negeri lain. Mereka adalah diapora, para bunga bangsa.
Tapi mengapa sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang berlimpah itu tidak menjadikan bangsa ini negeri yang rakyatnya makmur, serba kecukupan, bebas berekspresi, serta produksi dalam negerinya berkembang bahkan hingga ke manca negara.
Kuncinya ada di pemerintah sebagai pemegang mandat dari rakyat untuk mengelola negara. Apakah mereka amanah atau serakah. Hal itu bisa dilihat dari apakah peraturan perundang-undangan dan regulasi lainnya mampu memakmurkan seluruh anak bangsa.
Saat ini pemerintah lebih berani pasang badan hendak menaikkan harga BBM dari pada merevisi kontrak ekspor gas dengan harga sekitar 50% di bawah harga pasar dunia. Kasus lainnya, Indonesia sebagai pemilik tanah air Papua, tapi hanya memperoleh royalti atau apapun namanya, hanya 3,75% dari hasil penambangan emas dan tembaga oleh Freeport, itupun berlaku setelah masa perpanjangan kontrak 2021.
Prodem sebagai satu dari jaringan gerakan masyarakat berharap pemerintah Jokowi bisa mengembalikan kedaulatan bumi dan sumber daya alam kepada negara. Ruswandi, mantan senator Prodem sesaat sebelum menyerahkan jabatannya kepada Desmond J Mahesa, belum lama ini, menyatakan, saat ini dibutuhkan figur pemerintah yang patriot yang berani menegosiasi semua kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada kepentingan negara dan rakyat. Bukan pejabat pemerintah yang suka terima upeti dari kaum kompeni.
Ahli kemaritiman Perdana Karim Prihartato, yang bermukim di Saudi Arabia dan ribuan diaspora lainnya siap pulang ke Tanah Air membantu pemerintah membangun negeri ini. Jokowi dan Jusuf Kalla sudah sah terpilih sebagai presiden dan wapres. Dia dibantu Kabinet Kerja. Siapkah mereka bekerja, kerja, kerja untuk rakyat. Bukan hanya mengobral murah kekayaan dan aset negeri dan menjadikan rakyatnya sebagai kacung atau antek kompeni. Rujukannya jelas, Pasal 33 UUD 1945.
Jika itu dilakukan, akan ada pendapatan belasan ribu triliun masuk kas negara. Dari mana angka itu? Silakan para ekonom menghitung dan memberitahukan ke Presiden agar dapat dimanfaatkan untuk membangun sekolah murah berkualitas, sarana kesehatan, perumahan buruh dan nelayan, sarana transportasi yang cepat, aman, dan terjangkau, serta koperasi dan UKM-nya berkembang. Juga menjamin tak ada pengangguran dan buruh bergaji murah, maupun menciptakan harga-harga kebutuhan pokok yang tak mencekik. (b)