BARANGKALI kita, masyarakat, para politisi, pejabat pemerintah, termasuk presiden dan menkopolhukkam, aktivis, juga akademisi, mungkin sudah lupa bahwa di dalam Pancasila terdapat sila ketiga yang berbunyi Persatuan Indonesia.
Ada lagi peribahasa Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Satu lagi, falsafah sapu lidi. Semuanya mengajarkan pada kita, jika kita bersatu, Indonesia akan berjaya, kuat, aman, sejahtera, adil, dan makmur.
Namun, kenyataannya, sekarang kita banyak dipertontonkan berbagai perilaku disintegrasi, yaitu semangat jalan sendiri-sendiri dan cenderung mau menang sendiri.
Misalnya, masih seringnya bentrokan antara prajurit TNI dan polisi di lapangan, terakhir di Batam. Lalu, tawuran antarwarga di kawasan Berlan, Jakarta Pusat. Di level elite politik, tawuran juga berangsung di gedung Parlemen, maupun di kantor sekretariat partai-partai politik.
Untuk kasus yang paling gres adalah pecah kongsi di PPP dan Partai Golkar. Perpecahan tidak hanya dipicu dari dalam, tapi juga bisa dari luar.
Dengan iktikad untuk mengurangi potensi konflik secara horisontal dan vertikal, dibuatlah sejumlah produk hukum. Upaya mediasi terus dilakukan agar rumah besar Indonesia itu tetap bersatu, rukun, akrab, kompak, dan dinamis kembali.
Jika suasana batin di masyarakat, kalangan politisi, juga aparat seperti itu, diharapkan terwujudlah pembangunan nasional seutuhnya.
Sudah saatnya, pemerintah menjadi pengayom, menjadi mediator yang adil, tidak berat sebelah, bukan sebaliknya malah memperkeruh suasana dan memperpanjang konflik internal partai tersebut.
Lama-lama, jika masyarakat sudah jengah dengan tabiat pusat yang suka mengintervensi rumah tangga masyarakat, termasuk organisasi dan partai politik, yang muncul adalah keinginan melakukan diintegrasi dan memisahkan diri. Disintegrasi di Partai Golkar, malah menambah khasanah perpolitikan di Indonesia yang ditandai dengan berdirinya partai baru. Mulai dari Partai Persatuan dan Keadilan (PKP), Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Hanura, dan terakhir Partai Nasdem. Jika Munas Golkar ini berkepanjangan, bakal muncul partai baru yang barangkali namanya Partai Golkar Perjuangan.
Dalam hubungan pusat dan daerah, wacana yang muncul adalah upaya menjadikan provinsi-provinsi menjadi negara bagian sendiri, seperti zaman Republik Indonesia Serikat (RIS), seperti model Amerika Serikat.
Wacana disintegrasi itu salah satunya tercetus dalam sebuah diskusi yang bertema Urgensi Mengintegrasikan Kembali Sistem Pertahanan dan Keamanan Dalam Menghadapi Tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 yang digagas Institut Ekonomi Politik Soekarno-Hatta dan TeropongSenayan belum lama ini.
Kita menunggu keputusan yang bijak dari tangan Presiden Jokowi, atau Menkumham Yasonna H Laoly, juga Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdjiatno.( )