JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pengamat Kebijakan Publik, Amir Hamzah menyebut, tidak ada yang perlu diributkan terkait kewenangan diskresi, yang belakangan digembar-gemborkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Amir meminta agar masyarakat sebaiknya menyerahkan skandal yang belakangan dikenal dengan istilah 'perjanjian preman' itu kepada penegak hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurutnya, tidak perlu kecerdasan khusus untuk mencari tahu, kenapa Ahok begitu 'ngotot' untuk menaikkan tambahan kontribusi dari 5 persen menjadi 15 persen.
"Semua ini adalah akibat dari sebab. Apa sebab dia (Ahok) ngotot menaikkan menjadi 15 persen? Jawabnya adalah karena Ahok sudah terlebih dahulu melakukan barter dengan pengembang," kata Amir dalam sebuah diskusi Forum Bicara Bincang Rakyat Jakarta; 'Menggugat Kebijakan Tambahan Kontribusi Reklamasi Teluk Jakarta', di Loby Gedung DPRD DKI, Jakarta, Jumat (3/6/2016).
Amir mengatakan, dalam kasus ini orang awam sekalipun tidak akan kesulitan untuk memahami sikap ngotot Ahok tersebut.
"Gubernur kita ini kan memang jago mengisi teka-teki silang, cuma belakangan mulai kebongkar. Apalagi, dia (Ahok) kan selama ini mendapatkan kawalan dari media-media mainstrem yang sudah Ahok beli," ungkap Amir.
"Ingat, Ahok memungut dana ratusan miliar dari pengembang saat dia masih menjabat sebagai Waki Gubernur. Dan pungutan 400 miliar kepada Agung Podomoro itu dilakukan Ahok pada Bulan Maret 2014," terang Amir.
Dengan demikian, Amir menjelaskan, apa yang dilakukan Ahok tersebut adalah murni tindakan pemerasan terhadap pengembang, demi barter izin reklamasi.
Aksi tipu-tipu Ahok menurut Amir kian terang benderang lantaran Undang-undang tentang Adminstrasi Negara Nomor 30 tahun 2014 yang mengatur soal diskresi baru berlaku pada 17 Oktober 2014.
"Maret 2014 Ahok sudah 'malakin' duluan kok, Undang-undangnya belakangan. Jadi, kalau bukan pemerasan apa ini namanya?," tegas Amir.
"Karena sekarang sudah 'kepergok' aja dia kemudian gembar-gembor itu hak diskresi. Kalau Agung Podomoro tidak buka-bukaan soal pungutan itu, kita kan tidak tahu kalau Ahok rampok!," ungkapnya.
Tidak hanya itu, Amir menambahkan, dalam kasus ini juga terlihat ada campur tangan tuhan, dimana permainan nakal Ahok untuk mengeruk uang dari pengembang tertelanjangi dengan sendiri.
"Kalau betul diskresi, kenapa Ahok masih mau memasukkan kontribusi tambahan kedalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara? Bukannya itu cukup dicantumkan dalam Peraturan Gubernur?," cetus Amir.
"Makanya saya bilang, kejahatan Ahok disini begitu sempurna, dan tidak perlu diributkan. Biarkan penyidik KPK bekerja profesional," kata Amir menambahkan. (icl)