JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Menjelang Natal, banyak pusat perbelanjaan, hotel dan restoran yang mewajibkan karyawannya mengenakan atribut natal di antaranya topi santa. Kewajiban ini ternyata diberlakukan tanpa terkecuali, termasuk karyawan muslimah yang mengenakan jilbab.
"Menurut saya ini tindakan yang intoleran. Karena tidak menghargai hak dan keyakinan beragama bahkan bertentangan dengan Pasal 29 UUD 1945," kata senator asal Jakarta Fahira Fahmi Idris dalam rilis yang dikirimkan ke TeroponSenayan, Jumat ((19/12).
Untuk karyawan lelaki dan perempuan yang tidak berpakaian muslimah, menurutnya masih bisa dimaklumi. Tatapi terhadap karyawan perempuan yang jelas-jelas berpakaian muslimah, perusahaan harus faham dan hati-hati. "Saya mendapat banyak laporan terutama dari karyawan perempuan, bahwa itu kebijakan dari perusahaan yang wajib diikuti," katanya.
Atas pengaduan itu, Fahira mengaku sudah mengirim surat dan mengingatkan kepada asosiasi ritel, pusat perbelanjaan, hotel dan restoran. Intinya minta agar perusahaan tidak mewajibkan karyawannya yang berjilbab untuk mengenakan atribut natal seperti topi santa.
"Yang saya dengar kalau mereka menolak dianggap tidak toleran. Padahal toleransi itu mestinya sikap saling menghargai terhadap tindakan yang tidak melanggar hukum maupun agama. Bukan menutup simbol keyakinan karyawan dengan agama lain apalagi mengikuti ritual keagamaan yang berbeda," kata Wakil Ketua Komite III DPD yang membidangi soal agama ini.
Dia berharap, melalui surat yang dikirimkan, bisa membuka hati para pemilik perusahaan. Tapi kalau tetap saja ada perusahaan yang mewajibkan karyawannya dia siap datang dan menegurnya. "Sebagai pribadi dan anggota DPD saya akan menegurnya," kata putri politisi senior Partai Golkar Fahmi Idris ini.(ss)