JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Dulu AM Fatwa dikenal sebagai politisi senior Partai Amanat Nasional (PAN) dan malang melintang di parlemen selama dua periode. Setelah "pensiun" dari DPR, lelaki kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, 12 Februari 1939, memilih berkiprah di 'kamar sebelah', alias DPD.
Pada saat masuk parlemen sekitar 1999, senator asal DKI Jakarta itu mengaku ada hal yang menarik tatkala pertama kali masuk dunia parlemen. "Saya dari Cipinang menuju Senayan tapi pada periode selanjutnya yang saya lhat justru terbalik, banyak politisi Senayan masuk Cipinang dan ini bagi saya sangat memprihatinkan," ungkap aktivis HMI.
Era orde baru merupakan perjuangan berat bagi Fatwa, dia keluar masuk penjara. Tidak hanya itu, bahkan mengalami intimasi hingga siksaan pisik. Meski mendekam di Penjara Cipinang Jakarta Timur, mantan Wakil Ketua DPR itu tetap gigih menyuarakan kebenaran. Sikap kritisnya terhadap orde baru membuat "kuping panas" pemerintah saat itu. Perjuangan Fatwa harus dibayar mahal, dia divonis 12 tahun penjara.
Fatwa memulai aktivitas politiknya saat masih duduk dibangku sekolah. Pada 1957, Fatwa muda sudah aktif sebagai pengurus Pelajar Islam Indonesia. Motivasinya terjun ke dunia politik karena sebagai pilihan hidup. "Politik merupakan panggilan jiwa bagi saya untuk menyuarakan kebenaran," kata mantan Wakil Ketua MPR.
Namun Fatwa menyesalkan dinamika politik saat ini di mana dunia politik hanya dijadikan alat kepentingan. "Seharusnya politik itu dijadikan sarana pengabdian buat bangsa dan negara bukan politik dijadikan serabutan," tandas dia yang mengaku politik sebagai panggilan jiwa bukan sebagai profesi.
Masuk parlemen pada usia 61 tahun memang bisa dibilang terlambat. Namun hal itu karena Fatwa baru keluar dari penjara. "Mungkin saya diberi kesempatan pada usia sekarang," ujar Sekretaris Kelompok Kerja Petisi 50, 1980-1996.
Begitu mendapat kesempatan ke luar penjara, Fatwa bersama Amien Rais menjadi pendiri sebuah parpol di era reformasi. "Di masa awal reformasi saya mendirikan PAN bersama pak Amien Rais dan keliling keseluruh Indonesia,"ungkap dia lagi.
Seiring berjalannya waktu, dia melihat adanya pergeseran dalam dunia politik. "Adanya pergeseran nilai-nilai moral dan partai sekarang hanya sebagai kuda tunggangan saja sementara ideologi nya mulai bergeser termasuk partai, yang saya ikut mendirikannya," pungkasnya. (ec)