NAMA Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Budi Gunawan menjadi fenomenal. Pada 9 Januari 2015, Presiden Jokowi berkirim surat ke Ketua DPR RI agar menyetujui pengangkatan Budi Gunawan menjadi Kapolri dan mencopot Jenderal Pol Sutarman sebagai Kapolri.
Tidak aneh jika Presiden Jokowi mempercepat masa pensiun Kapolri definitif Jenderal Sutarman yang baru akan pensiun pada Oktober 2015 dan segera menggantinya dengan Komjen Budi. Apalagi sudah mendapat rekomendasi dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang dipimpin Menko Polhukam Tedjo Edy Purdijatno.
Di saat Komisi III DPR yang membidangi masalah Kepolisian, sedang memproses persetujuan itu melalui mekanisme fit and proper test, tiba-tiba muncullah pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan wakilnya Bambang Widjojanto mengumumkan status tersangka terhadap Budi Gunawan, Selasa (13/1/2015).
Penetapan KPK itu berdasarkan hasil penelitian KP sejak 2012 yang pada akhirnya menemukan dugaan indikasi tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi saat Budi menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi SDM Mabes Polri pada 2004-2006. Baru diungkap delapan tahun kemudian.
KPK bahkan menyatakan bahwa Komjen Budi Gunawan masuk dalam daftar merah di antara para tokoh yang oleh Presiden terpiilih Jokowi dinominasikan menjadi calon menteri atau pejabat tinggi setingkat menteri.Yang masuk dalam daftar merah adalah mereka yang bisa ditetapkan sebagai tersangka suatu kasus pidana. Namun, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri sudah menyatakan tidak ditemukan rekening gendut atau mencurigakan yang dipunyai Budi.
Dari awal, diperkirakan, langkah Budi menjadi Kapolri akan mulus karena besarnya dukungan fraksi-fraksi di DPR. Bahkan termasuk oleh fraksi yang berada di Koalisi Merah Putih (KMP). Karenanya, walaupun sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun Komisi III DPR tetap berkukuh melanjutkan proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test)secepat-cepatnya.
Status tersangka oleh KPK yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht) itulah yang menjadi dasar mengapa Komisi III DPR tak peduli dengan langkah KPK. Sebaliknya, DPR akan minta KPK menjelaskan duduk persoalan dalam kasus Budi Gunawan.
Jika serius, KPK harus menunjukkan langkah cepat untuk memproses secara hukum agar penetapan status KPK itu tidak menjadi fitnah atau diperduga bersalah. Bukan sekadar lempar bola sembunyi tangan yang bahkan diduga ada tendensi politis dan kepentingan pihak tertentu.
Selama status hukum belum berkekuatan hukum tetap, tentu menjadi hak setiap warga negara untuk melaksanakan hak sosial politiknya. Demikian pula langkah politik Komisi III DPR dalam melakukan fit and proper test terhadap Komjen Budi Gunawan. Apapun hasil keputusannya, setuju atau tidak setuju atas pengangkatan Budi Gunaan menjadi Kapolri. Sedangkan, KPK dituntut untuk membuktikan bahwa tuduhan atau sangkaan itu terbukti dan diputuskan secara final oleh pengadilan. Ini persoalan kepentingan politik dan hukum yang menjadi bahan tontonan masyarakat. (b)