JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Ketua KPK Agus Rahardjo berjanji akan mendalami dan menelusuri jejak kasus penetapan pajak yang dinilai sangat memberatkan PT Inalum.
"Kami akan pelajari kabar ini, kami akan telusuri," kata Agus kepada wartawan di Jakarta, Selasa (10/1/2016).
Agus juga menyatakan akan langsung memeriksa keterlibatan mantan gubernur Sumatera Utara, Gatot yang disebut-sebut punya andil dalam kasus ini.
"Soal isu ini, kami akan telusuri," jelasnya.
Sementara itu, pengamat dan praktisi sosial, Fitri D Sentana mengatakan, sudah sepatutnya KPK turut serta mengawasi jalannya upaya hukum yang dijalankan PT Inalum baik di Pengadilan Pajak maupun di Lembaga Hukum tingkatan manapun agar keadilan benar benar terwujud.
Fitri yang dikenal dekat dengan aparatur hukum dan insan Intelijen diberbagai tingkatan ini menambahkan, bila mengingat sejarah rencana pembangunan PLTA Asahan ini di zaman pak Harto tahun 1972 jelas-jelas disebutkan "Pemakai utama dari listrik yang dihasilkannya (PLTA Asahan red.) adalah untuk Inalum," katanya dengan dana tinggi.
Apalagi, sambungnya, sekarang Inalum adalah milik BUMN dan sudah jelas milik rakyat Indonesia sudah sepatutnya benar-benar diperhatikan dong.
"Saya akan bantu KPK dan aparat terkait untuk memberikan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk mempermudah penelusuran yang dijanjikan pak Agus", tandasnya.
Ia menjelaskan, yang jelas pada tanggal 6 Januari 1976, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), sebuah perusahaan patungan antara pemerintah Indonesia dan didirikan di Jakarta.
"Inalum adalah perusahaan yang membangun dan mengoperasikan Proyek Asahan, sesuai dengan perjanjian induk. Logikanya kemana pihak Gubsu, Inalum yang membangun sendiri, sekarang mau disusahkan dengan pajak, yang benar saja", pungkas Fitri.
Sebelumnya, kisruh penetapan pajak air permukaan (PAP) PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum Persero) oleh Pemprov Sumatera Utara menemukan babak baru. Pajak yang mencekik salah satu BUMN hingga ratusan miliar itu terjadi saat Gatot Pujo Nugroho menjabat sebagai Gubernur Sumut.
Di zaman Gatot, Pemprov Sumut menetapkan pajak Inalum berdasarkan tarif industri progresif sebesar Rp 1.444/m3 dengan pajak selama satu tahun PT Inalum (Asahan II) mencapai di atas Rp 500 miliar.
Inalum merasa keberatan dengan besaran pajak yang dikenakan oleh Pemprov Sumut karena dinilai tidak adil, terutama ketika dibandingkan dengan PAP yang dikenakan terhadap Perusahaan Listrik Negara (PLN). (icl)