INGIN meniru etos jawara Betawi, pada 14 Maret 214, Joko Widodo menerima tugas dari Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden 2014-2019. Kesanggupan itu dilontarkan di rumah Si Pitung di kawasan Marunda, Jakarta Utara.
Dengan gaya blusukannya yang selalu diliput media massa, Jokowi pun terkenal dan dikenang masyarakat wong cilik. Karena itu, silakan dicek lagi, bahwa pemilih terbesar dari Jokowi adalah kalangan wong cilik.
Itu tak lain karena sosok Jokowi sendiri dipersonifikasikan sebagai bagian dari wong cilik. Memang, mode blusukan yang selalu diliput media massa, terutama televisi lebih kental sebagai program pencitraan. Berbeda dengan gaya sahabat Nbi Muhammad SAW, yaitu Umar bin Khaththab.
Umar juga suka blusukan. Bedanya, dia blusukan secara diam-diam, bahkan dilakukan pada malam hari agar orang tak tahu kalau dia blusukan. Dengan cara demikian, tidak ada orang dekatnya yang bisa berbohong atau memberikan kesaksian palsu terhadap suatu masalah yang dihadapi rakyatnya dan harus segera diselesaikan.
Ada cerita lain lagi saat mengikuti Harmoko, menteri penerangan mengadakan kunjungan ke daerah. Suatu ketika Harmoko mengadakan pertemuan dengan warga masyarakat di Wonosari, Gunung Kidul. Acara itu dihadiri sejumlah pejabat pemerintah setempat maupun pengurus BUMN.
Saat berdialog dengan seorang tukang becak, Harmoko tahu, bahwa ternyata becak itu bukan miliknya sendiri, tapi sewa dari seorang juragan. Pengayuh becak itu berharap bisa memiliki becak sendiri agar taraf hidupnya meningkat lebih baik.
Maka, dipanggillah naik ke panggung seorang kepala cabang satu bank BUMN di Wonosari. Ditanya, apakah bisa abang becak tadi memperoleh kredit untuk membeli becak. Dijawab bisa. Harmoko pun memberikan nomor teleponnya kepada abang tukang becak agar memberitahu dirinya jika urusan kredit itu dipersulit.
Persoalan yang dihadapi Presiden Jokowi tentu saja tidak hanya berurusan dengan blusukan di lingkungan wong cilik saja. Urusan kenegaraan lainnya masih sangat banyak dan lebih kompleks. Dibutuhkan jiwa yang merdeka untuk memimpin negeri ini.
Jurus Si Pitung diperlukan Presiden Jokowi agar memiliki keberanian dan daya juang yang tinggi untuk membela dan membebaskan rakyat dan bangsanya dari keterbelakangan, korupsi, kebodohan, kemiskinan, dan penjajahan dari bangsa lain.
Jurus Si Pitung juga diperlukan Jokowi untuk membebaskan diri dari pengaruh atau anasir jahat yang ingin membelenggu kekuasaannya demi menyenangkan keluarga, kelompok, partai, juga orang dekat. Jurus Si Pitung juga diperlukan untuk mengatasi masalah Kapolri dan perseteruan oknum KPK-Polri. (b)