JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Mantan Ketua DPR Ade Komarudin membantah mengetahui aliran dana proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
"Saya tidak tahu. Saya katakan semua yang tahu, kalau soal urusan aliran dana saya tidak tahu," kata Ade di gedung KPK Jakarta seusai diperiksa sekitar 4 jam, Jumat (3/2/2017).
Politikus Partai Golkar yang akrab disapa Akom itu diperiksa untuk mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi eKTP periode 2011-2012
"Selaku warga negara, selaku mantan anggota DPR tahun 2009-2014, kebetulan waktu itu saya anggota fraksi Partai Golkar, kemudian anggota Komisi XI dan kebetulan waktu itu juga saya sekretaris Fraksi Golkar. Tentu saya dimintai keterangan menyangkut e-KTP yang saya tahu cuma sedikit," tambah Ade.
Sedangkan rekan Ade, mantan Ketua Komisi II dari Fraksi Golkar Chairuman Harahap yang juga diperiksa untuk kasus sama di KPK hari ini menjelaskan sejumlah prosedur dalam pengesahan anggaran e-KTP.
"Ada beberapa hal yang harus dikonfirmasi, ya sama dengan anggaran ada prosedur-prosedur yang harus kita lakukan untuk menetapkan suatu anggaran," kata Chairuman yang menjabat pada 2012.
Menurut Chairuman yang saat ini sudah tidak lagi menjadi anggota DPR itu seluruh prosedur sudah dilakukan. "Tidak, sudah sesuai dengan langkah-langkah dan aturannya."
Mengenai aliran dana, Chairuman mengaku sudah mengonfirmasikannya dalam pemeriksaan sebelumnya. "Itu (soal aliran dana) sudah pemeriksaan lalu," tambah Chairuman
Dalam perkara ini, KPK sudah menyita uang hingga Rp247 miliar dengan rincian Rp206,95 miliar, 1.132 dolar Singapura dan 3.036.715,64 dolar AS. Sumber uang berasal dari perorangan dan korporasi.
Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP dalah Rp 2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp 6 triliun.(yn/ant)